“Budaya adalah pola yang diteruskan turun temurun, yang merupakan manifestasi dari Spiritualitas suatu bangsa”. - Bagus Muljadi Professor Notthingham University, England.
Dewasa ini, Korupsi menjadi topik yang semakin banyak diperbincangkan, menurut data Badan Pusat Statistik Nasional (BPS) menunjukkan Data Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) 2024 sebesar 3,85%, menurun dibandingkan tahun 2023. Ini menandakan masyarakat semakin permisif terhadap korupsi. Skala barusan membuktikan bahwa budaya korupsi mendapatkan pembiaran secara tidak langsung oleh masyarakat di kelas manapun. Mengakarnya budaya korupsi ini sudah tidak asing lagi di Indonesia, semenjak penjajahan Kolonial yang mencoba menduduki Indonesia, mereka telah bergerilya memainkan banyak peranan dalam memonopoli perdagangan dan melakukan praktik jual beli jabatan antar pribumi dan kaum terpelajar. Makanya, tabiat buruk ini secara perlahan mendarah daging di setiap lapisan elemen masyarakarat. sangatlah disayangkan, 80 tahun kemerdekaan Indonesia tidak menunjukkan perubahan nyata dan signifikan terhadap penurunannya tingkat pidana korupsi.
Dengan maraknya kasus korupsi seakan terlihat Pemerintah Indonesia tidak menaruh perhatian khusus pada persoalan tersebut. Padahal, Indonesia sejak pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri telah membentuk Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi, hal ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai Lembaga Independen yang profesional menangani pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun justru, kehadiran Lembaga ini belum mampu membendung lonjakan korupsi yang ada di Negara ini. Relevansi Ilmu pengetahuan terkait pemahaman masyarakat modern mengenai korupsi sudah diajarkan sejak dini, perilaku mendasar yang ada ditengah masyarakat dianggap mampu menjadi kebiasaan baik yang patut dijalankan untuk menghapus jejak korupsi di Indonesia. Karena sejatinya akar dari Ilmu Pengetahuan adalah spritualitas. Yang dimana kebiasaan lahir sebagai bentuk ejawantah dari spiritualitas tersebut.
Aparatur Sipil Negara adalah bagian dari unsur pemerintahan, yang memegang peranan penting dalam menjalankan kebijakan pemerintah. Ini diatur dalam undang-undang Nomor 20 Tahun 2023 sebagai pengganti UU Nomor 5 Tahun 2014. Aturan ini juga mengatur tentang penguatan sistem merit yang mengklasifikasikan kebutuhan ASN dengan potensi yang dibutuhkan, Generasi muda terutama Generasi-Z (Lahir 1997-2012) mulai menjajaki pekerjaan sebagai ASN Muda di berbagai Kementerian/Lembaga. Mereka dianggap paling Adaptif, Inovatif, Digital Native. dianggap mampu dalam memahami kondisi dan menyesuaikan dengan zaman yang dipenuhi era digitalisasi. ASN Muda ini juga begitu mudah terpapar dengan berbagai informasi di media sosial, namum merekalah yang paling mudah memfilterisasi mana konten yang baik dan mana konten mengandung unsur Hoaks dan SARA. Tidak segan-segan nya mereka menjadi yang paling lantang untuk mengeluarkan pendapat di muka publik.
Isu-Isu Korupsi yang terjadi di Lingkungan Organisasi, menjadi pembicaraan hangat dikalangan ASN Muda, mereka yang menolak tegas budaya ini, tidak akan dengan segan untuk melaporkan hal tersebut kepada pimpinan, atau pihak berwajib. Ironinya budaya Pamer (Flexing) kekayaan ditengah masyarakat di landa resesi ekonomi di sosial media kadang menjadi pemicu kemarahan publik, sehingga hangat diperbincangkan di media sosial. Zaman ini, menyampaikan pendapat melalui media berdemo dengan mengajak masa depan kantor aparat tidak begitu digalakkan lagi. Sekarang, Kampanye dimarakkan melalui berbagai Platform sosial media. Yang dianggap menjadi trik jitu dalam menangani berbagai permasalahan di Negara ini. Algoritma yang begitu tajam membuat penyebaran informasi semakin kuat dan cepat. Ada beberapa contoh kasus yang pernah di soroti publik, seperti : Kasus flexing Petugas Lapas Rajabasa Lampung, Kasus dugaan korupsi pengelolaan Lapas Sukamiskin yang menjerat Kalapas, serta kasus dugaan, penyelewangan Hak Narapidana (Remisi) dengan membayar uang jasa kepada Oknum Petugas Lapas. Kasus - kasus ini tersebar begitu cepat di media sosial, dan memainkan peran kunci dalam mendorong penindakan.
Dari berbagai permasalahan diatas, kita bisa belajar bagaimana pengaruh budaya korupsi dapat merugikan bangsa ini secara perlahan, namun mematikan. Lintas generasi ikut merasakannya, kekayaan dan aset bangsa yang seharusnya menjadi kebanggaan malah menjadi momok perbincangan bangsa luar. Lantas apa yang menjadi penyebab tumbuhnya budaya korupsi :
Pola Hidup Konsumtif dan mewah, menjadi faktor utama yang memicu seorang ASN mulai mencari uang tambahan dari gaji yang didapatkannya. Hal ini biasa dipicu oleh lingkungan pergaulan sesama ASN itu sendiri, Gaji yang diberikan oleh Negara kadang tidak bisa menyeimbangi Gaya Hidup ASN yang Hedon tersebut.
Politik Balas Budi sering sekali kita dapatkan di lingkungan kerja seorang ASN, menjalankan perintah yang tidak sesuai dengan aturan tertulis organisasi, menjadi pemicu penyelewegan anggaran di Kementerian/Lembaga. Budaya “Loyalitas” mendarah daging dan dianggap menjadi celah praktik korupsi dijalankan oleh oknum-oknum tertentu.
Ketidakpastian hukum yang mengikat kadang menjadi celah bagi seorang ASN mengakali aturan yang ada, Moral dan Displin tidak lagi menggema. Core Value ASN “BerAkhlak” seakan hanya pajangan di dinding-dinding kantor. Padahal Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan selalu menekankan ASN Keminimpas harus bisa bermanfaat secara sikap dan bermartabat secara perilaku di tengah masyarakat.
Dari berbagai permasalahan mengenai korupsi tersebut ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh seorang ASN Kemenimipas :
Hal yang utama ada dalam diri kita, yaitu meningkatkan kesadaran diri akan Hak dan Kewajiban, hal ini tertuang dalam Ayat Al-Qur’an "Dan janganlah kamu memakan harta sebagian kamu dengan sebagian yang lain dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim agar kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan dosa, padahal kamu mengetahui". Q.S. Al-Baqarah; 188.
Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan telah menfasilitasi setiap ASN untuk Wajib Lapor mengenai Data Laporan Keuangan secara berkala melalui Aplikasi “CARAKA” ini adalah wujud dari terobosan nyata untuk melihat laju pengendalian keuangan ASN, hal ini juga langkah konkret dari perwujudan Pelaporan Keuangan “E-Lapor” dari Kementerian Keuangan. Aset dan data tersimpan dan tercatat secara baik dalam data base pemerintah.
Melalui program WBK/WBBM bagi Kementerian/Lembaga ini menjadi contoh dari penyelesaian permasalahan Budaya Korupsi di Organisasi. Pelaporan yang tertata dan dengan dikuatkan oleh data dukung menjadi upaya pengurangan celah korupsi di area perkantoran. Perilaku organisasi yang buruk biasanya dimulai dari atas hingga kebawah, pembiaran menjadi celah terjadinya pelanggaran. Memanfaatkan kesempatan berbenah adalah wujud dari keterbukaan ASN terhadap perubahan nyata dari Budaya Korupsi menjadi Budaya Anti Korupsi.
Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan menjadi wadah baru untuk kita mulai memperbaiki diri dari perilaku dan budaya buruk sebelumnya. Upaya ini menjadi contoh semangat baru untuk kita bisa bertransformasi menjadi ASN yang Menolak dengan tegas berbagai perilaku Suap dan Korupsi di setiap lini yang menjadikannya celah pelanggaran etika tersebut. Sebagai Bangsa yang besar kita harus bisa mengajak rekan kerja untuk memulai budaya bersih-bersih dari namanya Korupsi. Karena sejatinya, Seorang ASN Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakaratan menjadi pelopor garda terdepan dalam menjaga kedaulatan bangsa dan membina anak bangsa ke arah yang lebih baik. Ini semua dimulai dari kita dan untuk kita, menuju Indonesia Maju dan Berdaulat di Mata dunia.