Saat awal kebijakan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025 mulai santer diperbincangkan, banyak Kementerian/Lembaga memulai untuk bersiap menjalankan efisiensi di berbagai lini.
Sebenarnya dari kantor saya sendiri belum ada arahan tertulis, namun beberapa informasi yang menyebar melalui broadcast sudah ada, seperti arahan terkait kebijakan work from anywhere/home atau arahan penghematan listrik dan sumber daya lainnya seperti lift hanya hidup beberapa saja, lampu menjadi sedikit redup, penggunaan kertas dikurangi dan lain sebagainya.
Masih hangat soal kebijakan efisiensi, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, saya dan rekan-rekan di Biro Humas Kementerian ATR/BPN mendapat musibah kebakaran. Kala itu, Sabtu, 8 Februari 2025, pukul 23.22 wib saya mendapat informasi di grup whatsapp jika ruangan kantor kami, Biro Humas, dilalap api. Saya yang kebetulan indekosnya dekat dengan kantor, langsung menuju kantor. Sudah ada sekitar 15-20 personel pemadam kebakaran yang berada di kantor untuk memadamkan api. Bahkan pak Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid datang ke lokasi kebakaran untuk melihat kejadian yang menimpa kantornya.
Saya yang ke kantor, berharap bisa menyelamatkan 1-2 barang dan berkas milik saya, ternyata tidak bisa. Usai api padam dan penyedotan asap, ruangan saya langsung diberi garis polisi. Proses tak berhenti di sini saja, kami juga menjalani serangkaian pemeriksaan terkait penyebab api, terlebih ini kebakarannya di institusi pemerintahan.
Setelah pemberitaan terkait musibah ini mulai naik di media, hujatan mulai dilontarkan oleh netizen bahkan oleh beberapa kenalan/teman di sekitaran saya sendiri. Banyak masyarakat berspekulasi kebakaran ini diduga menutup-nutupi kasus atau menghanguskan bukti. Padahal di ruangan biro humas tidak ada bukti-bukti maupun berkas-berkas penting yang terkait dengan kasus-kasus yang tengah bergulir. Kebakaran ini murni berada di ruangan kami semata, tidak berdampak ke ruangan lainnya.
Senin, 10 Februari 2025 saya harus tetap bekerja seperti biasa meski masih dilanda rasa sedih karena barang-barang saya dan teman-teman tak bisa diselamatkan. Senin pagi kala itu saya belum ke ruangan karena harus liputan kegiatan Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN di Kabupaten Bekasi. Usai kegiatan, saya langsung menuju ke ruangan sementara untuk kami “mengungsi”.
Tak pernah dibayangkan, justru saya harus mengalami musibah di kantor di tengah implementasi efisiensi. Saya pun juga sadar, kondisi mengungsi ini tidak 1-2 bulan, entah tak ada yang tahu sampai kapan. Renovasi? Bagaimana bisa kami tega hati berharap renovasi ruangan pasca kebakaran di tengah situasi efisiensi saat ini? Yang ada kami harus beradaptasi dan menerima keadaan sembari menjalankan titah bersama, yaitu efisiensi.
Adaptif dan Tetap Bekerja dan Melayani di Tengah Efisiensi Meski Suasananya Tak Sama Lagi
Sedari awal di grup kantor sudah ramai dengan kebakaran ruangan, berkali-kali Kepala Subbagian saya selalu berkata,”sudah ya kita tidak menyalahkan siapapun, ini musibah kita bersama ya,”. Betul, ini adalah musibah tak terduga yang menimpa tim humas, khususnya bagian pemberitaan dan publikasi, informasi publik dan pengelolaan pengaduan serta tata usaha biro.
Kami bisa memastikan, ini semua murni kebakaran karena hal teknis, bukan untuk menutup-nutupi suatu kasus. Untuk apa kami membakar tempat yang sehari-hari menjadi tempat kami bekerja? Tempat kami melayani masyarakat, tempat kami berinteraksi dengan sesama rekan kerja.
Kami juga bersyukur, masih terdapat ruangan kantor kosong yang bisa mendapat tempat bernaung sekitar 80an pegawai yang terdampak kebakaran. Berbekal beberapa pinjaman BMN dari bidang lain, kami terus melanjutkan pekerjaan. Pinjaman tersebut seperti printer pinjaman, alat tulis pinjaman, komputer dan laptop pinjaman, kamera pinjaman tambahan untuk mengakomodir peliputan giat Kementerian yang begitu padat, bahkan akhirnya mayoritas dari kami memakai laptop pribadi.
Pada H+1 kebakaran, kami tetap bekerja seperti biasa. Rekan-rekan saya di bagian pengaduan, pindah kantor ke ruangan lain di lantai 1, sehingga pelayanan pengaduan tatap muka bisa dilakukan. Saya dan teman-teman lain bagian humas pemberitaan dan konten serta tata usaha biro pindah di ruangan lainnya. Banyak Barang Milik Negara (BMN) seperti komputer, laptop, printer, bahkan kamera! Catat, Kamera! Masih berada di dalam ruangan. Entahlah bagaimana. Jiwanya humas tentu salah satunya adalah kamera yang menjadi salah satu alat tempur. Sampai tulisan ini saya tulis di 19 februari 2025, kami belum tahu bagaimana nasib kamera-kamera kami.
Kamera kami memang disimpan di lemari besi yang biasa disebut dry box dengan suhu yang sudah diatur. Kami belum tahu apakah kamera itu selamat atau tidak. Kalau pun selamat dari api, kami tidak bisa juga memastikan apakah kondisinya prima seperti sebelum terjadi kebakaran. Beruntung masih ada beberapa kamera yang memang dibawa oleh beberapa fotografer kami yang hendak liputan kunjungan kerja Pak Menteri ke Lampung. Karena kebakaran itu pula, Pak Menteri Nusron membatalkan kunjungan kerjanya dan langsung melajukan mobilnya ke kantor. Kalau dipikir-pikir, sedih juga kala itu. Semuanya serba tak terduga.
Bagaimana soal backup foto dan kegiatan Kementerian ATR/BPN yang dimiliki HUMAS? Tenang, kami tidak seceroboh itu, backup foto kegiatan telah tersimpan dengan baik di penyimpanan cloud berlangganan dengan baik. Paling lebih ke barang-barang dan berkas milik pribadi, seperti berkas perjalanan dinas, atau berkas-berkas yang lebih beragam lagi di tim admin, tentu semuanya bisa dipastikan tidak selamat. Kami harus mengulang untuk mengerjakan berkas dari awal.
Sekali lagi, berkas seperti sertipikat hak atas tanah, tidak terbakar. Ya karena bukan kewenangan kami. Berkas sertipikat itu kewenangannya di Kantor Pertanahan Kabupaten dan Kota, bukan di biro hubungan masyarakat.
Meski tengah berada di ruangan “pengungsian”, semua pegawai biro humas tetap menjalankan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Meski dari masing-masing lubuk hati pegawai, banyak yang menyimpan kesedihan. Baik Barang Milik Negara (BMN) maupun barang milik pribadi, masih terperangkap di ruangan yang dulunya ruangan kami dalam bekerja dan berinteraksi, ruangan kami tercinta.
Sampai Kapan Efisiensi? Cara Menyikapi Efisiensi dengan Bijak
Sudah panjang lebar soal kebakaran, sekarang saya ingin mengemukakan sedikit pendapat soal efisiensi. Jika kita dihadapkan arahan untuk melakukan efisiensi, inilah saatnya kita serius dalam menerapkan digitalisasi dalam pekerjaan sehari-hari. Ini bukan bicara soal Layanan pertanahan di kantor pertanahan yang memang telah beranjak elektronik sejak 2019, tapi ini menyangkut proses bisnis instansi di aspek yang lain, seperti halnya soal administrasi dan keuangan.
Seperti halnya pembuatan surat tugas. Memang sudah ada situs kami yang menangani soal pembuatan surat tugas, dengan paraf elektronik pimpinan. Kami juga sudah diimbau untuk melakukan pembuatan ST melalui surat elektronik, tapi ternyata ujung-ujungnya masih harus membutuhkan versi printed untuk mendapatkan tanda tangan.
Semisal dari proses bisnis serta sumber daya manusianya telah siap untuk menerapkan digitalisasi, dari sekedipan mata saja, kita sudah bisa melihat potensi kertas yang dapat dihemat dan difungsionalkan untuk hal yang lain.
Masih soal efisiensi ini, ternyata efisiensi membuat digitalisasi memanglah sebuah keharusan, bukan cuma sekadar tren dan FOMO (Fear of Missing Out) semata. Tak hanya untuk efisiensi, ternyata digitalisasi ini benar-benar membantu di saat-saat krisis seperti musibah kebakaran yang saya alami.
Ketika saya diminta mengumpulkan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) 2024 milik saya, dengan mudah saya download versi onlinenya dari web khusus SKP milik instansi kami. Karena SKP 2024 cetak milik saya berada di ruangan yang terkena dampak kebakaran itu. Terlihat simple memang tapi begitu besar dampak digitalisasi ini.
Efisiensi dan Ubah Pola Kerja, Demi Pertahankan Kinerja
Bagaimana anak-anak humas peliputan bekerja di tengah efisiensi? Sebenarnya ritme kerja kami masih sama. Tiap peliputan biasanya bertugas 2 pegawai, satu sebagai penulis, satu lagi sebagai fotografer. Jika dibutuhkan stock shoot video untuk menteri maupun wakil menteri, biasanya dibantu penulis memakai handphone pribadi. Jika untuk kegiatan skala besar seperti penyerahan sertipikat untuk rakyat oleh Menteri, bisa 3 pegawai terjun ke lapangan.
Namun dengan adanya efisiensi, saat peliputan giat menteri di luar kota, sedang dilakukan uji coba untuk mengirim 1 orang saja sebagai fotografer. Lalu bagaimana penulis? Penulisan bisa dibantu oleh tim yang standby dari kantor maupun rumah (kala weekend, sesuai jadwal piket bergilir). Rekaman suara akan dikirim dari lapangan untuk dikerjakan penulis yang standby.
Berat? Tentu. Terlebih jika peliputan giat di luar kota, sendirian, tak hanya soal sendirian dalam menyelesaikan tugas, namun juga soal mental. Namun, Ini hanya berlaku untuk kegiatan luar kota. Jika kegiatan dalam kota, tentu masih standar operasional prosedur (SOP) awal. Karena lagi-lagi ini soal bagaimana melakukan efisiensi, namun tetap berupaya menjalankan pekerjaan dengan kualitas sama.
Jadi, bagaimana efisiensi di tempat kalian? Semoga kita semua dapat menjalankan ini semua.