Cerita Dari Tempat Dinasku, Literasi Modal Dasar Nomor Satu

Gambar sampul Cerita Dari Tempat Dinasku, Literasi Modal Dasar Nomor Satu

Pekanbaru – Sinar matahari terbit menerpa sejumlah pohon yang tumbuh di hamparan tanah hitam dipenuhi humus. Daunnya mengayun diembus angin. Batang pepohonan terlihat tegak menjulang di halaman Kantor Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Diskominfotik) Provinsi Riau, Jalan Diponegoro, Kota Pekanbaru.

Pagi itu, puluhan pegawai Diskominfotik Riau berkumpul, berbaris rapi melaksanakan apel pagi di lapangan. Satu per satu pegawai diabsen, kemudian mereka mendengarkan arahan dari pejabat pemimpin apel. Lalu berdoa, merayu Tuhan, bermohon kebaikan. Penuh hikmat.

Setelah itu, rutinitas pekerjaan dimulai. Para pegawai kembali memeriksa target sasaran kinerja yang sudah dijadwalkan di masing-masing bidang. Tidak hanya itu, peralatan pendukung kerja juga dipersiapkan. Mulai dari laptop, kamera, hingga peralatan multimedia.

Bidang Informasi dan Komunikasi Publik (IKP). Begitulah jenama salah satu di antara bidang Diskominfotik Riau. Mengacu Peraturan Gubernur (Pergub) Riau Nomor 61 tahun 2021, Bidang IKP melaksanakan tugas yang terkait dengan Komunikasi Informasi, Diseminasi Informasi, Multimedia, dan Dokumentasi.

Bidang IKP mengelola portal resmi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau. Alamat situsnya adalah, mediacenter.riau.go.id. Di bidang ini, puluhan penulis konten setiap hari berjibaku memburu berita terkini. Menyajikan informasi andalan ke khalayak luas.

Selain itu, bidang IKP juga aktif dalam menyebarkan informasi melalui akun media sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, Tiktok, dan YouTube. Merilis informasi program pemerintah, dan berita terkini lainnya.

Untuk menyajikan tulisan yang baik, literasi menjadi modal utama. Teknik penulisan jurnalistik juga menjadi acuan bagi setiap reporter di bidang IKP. Artikel yang ditulis dikurasi. Selanjutnya diamplifikasi secara resmi oleh Diskominfotik Riau.

"Literasi adalah modal dasar nomor satu untuk membangun masyarakat yang maju dan sejahtera. Tanpa literasi, masyarakat akan mudah terjebak dalam hoaks dan informasi yang menyesatkan," ujar Kepala Bidang IKP, Dinas Kominfotik Riau, Eriadi Fahmi, ketika berbincang singkat dengan penulis, pada Senin (29/4/2024) di Pekanbaru.

Tak bisa dimungkiri, para redaktur di bidang IKP juga harus paham literasi. Saban hari, mereka mesti mampu menyunting 25 artikel yang dikirim dari reporter. Mulai memeriksa diksi, ejaan yang disempurnakan (EyD) atau yang kini disebut pedoman umum ejaan bahasa Indonesia (PUEBI). Selain itu, para redaktur juga harus kaya kosakata, memilih padanan kata, memastikan frasa baku, dan mampu mencermati isu terkini. Teliti.

Redaktur Bidang IKP bernama Syamsul Anhari mengaku, ia masih menemukan sejumlah kata atau frasa yang ditulis reporter, tidak sesuai dengan kaedah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V. Dalam penulisan kata kerja dan kata tempat, ia juga melihat, masih ada kata tempat yang ditulis dengan terikat. Bahkan sebaliknya, kata kerja ditulis terpisah.

"Tidak hanya itu, ada juga yang menulis kata 'kerja sama' ditulis terikat (kerjasama). Kemudian, frasa 'wali kota' yang seharusnya ditulis terpisah, malah ditulis terikat (walikota). Sama seperti ketika menulis frasa 'terima kasih' (dipisah), bukan ditulis terikat (terimakasih). Lalu, penulisan frasa pascabencana, antardesa, antarkota, antarbangsa, dan antarnegara, frasa ini, seharusnya ditulis secara terikat tidak terpisah," ucap Syamsul, sembari menikmati kopi bersama penulis artikel ini.

"Kita mesti perbanyak literasi. Jadi, tahu cara menulis mana kata baku dan tidak baku. Bahkan ada sejumlah pegawai, yang menulis frasa 'antre' jadi antri, 'konkret' ditulis konkrit, dan 'sekadar' ditulis sekedar. Idulfitri seharusnya ditulis terikat malah ditulis terpisah (idul fitri). Lalu, ada pula frasa 'kedaluwarsa' ditulis kadaluarsa, 'masjid' ditulis mesjid, dan personel malah ditulis personil. Bagi Pranata Humas juga harus tahu hal ini," imbuh Syamsul.

Penyelaras bahasa harian Kompas, Lucia Dwi Puspita Sari menuturkan, bahwa dalam kaidah bahasa Indonesia ada bentuk terikat. Dijelaskan, penulisan jenis kata 'antar', harus digabung dengan kata yang mengikutinya.

"Karena kata 'antar' itu sendiri tidak bisa berdiri sendiri. Kata 'antar', bentuk terikat, maka penggunaannya disambung. Contohnya antarprovinsi, dari asal katanya itu sendiri, kata antar berasal dari bahasa Inggris yang artinya inter, contohnya International yang berarti antarbangsa," kata Lucia dalam progam Selasa Bahasa di kanal YouTube Kompas.

Kemudian, diungkapkan dia, kata 'kerja sama' berdasarkan KBBI V, berarti kegiatan yang dilakukan oleh sejumlah orang untuk mencapai tujuan tertentu. Bahkan sekarang, kata 'kerja sama' mempunyai makna baru yang berarti kerja bersama, artinya bergotong-royong.

"Berdasarkan ejaan yang disempurnakan gabungan kata yang membentuk makna baru maka penulisannya dipisah. Seperti kata 'kerja sama'," jelasnya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, literasi diartikan sebagai kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Literasi menjadi aspek terpenting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Di Indonesia, ada enam literasi dasar yang mesti diketahui yaitu, literasi baca tulis, numerasi, sains, digital, finansial, serta literasi budaya, dan kewargaan. 

Dosen Bahasa Indonesia Universitas Riau yang juga kandidat doktor pendidikan bahasa, Popi Kurniawan, M.Pd, mengatakan, sebagai bagian dari pelayanan publik, Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam hal ini Diskominfotik, memiliki tanggung jawab untuk mendidik masyarakat tentang pentingnya literasi, serta mengedukasi masyarakat dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

"Literasi yang baik dan penggunaan bahasa yang benar akan memengaruhi kejelasan dan keakuratan informasi yang disampaikan kepada Masyarakat," kata Popi Kurniawan, saat diwawancara penulis, Sabtu (27/4/2024).

Disampaikan, sesuai amanat Undang-Undang 1945, ASN harus menjadi penggerak dan fasilitator dalam memperkuat fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia dalam menjalankan program-program literasi yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pihak swasta.

"ASN harus menjadi contoh yang baik bagi masyarakat dalam hal berliterasi. ASN harus selalu mengupgrade literasinya baik itu dengan mengikuti pelatihan, membaca buku, mengikuti seminar, dan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia," ucap dosen yang kerab disapa Bung Pay.

Sementara, aktivis bahasa Indonesia, Ivan Lanin mengatakan, seiring dengan perkembangan teknologi digital, literasi itu adalah kemampuan membaca, mencerna informasi, menilai informasi itu benar atau salah. Lalu kemudian, menghasilkan informasi itu, untuk informasi baru dengan teknologi digital.

Direktur Narabahasa itu berujar, kemampuan untuk membaca dan menulis dengan baik sangat penting, terutama dalam dunia profesional. Ia pernah menemui rekan kerja dengan keahlian berbahasa yang buruk. Lalu, akhirnya menghambat pekerjaan, misalnya dalam surat-menyurat, membuat laporan, dan lain-lain.

“Darurat literasi ini bukan hanya masalah anak-anak, tetapi juga orang dewasa. Kemampuan untuk membaca dan menulis dengan baik sangat penting, terutama dalam dunia profesional," ujar Ivan dalam Podcast Bincang Inspiratif berjudul Belajar Literasi dari Ivan Lanin" di kanal YouTube.

Disampaikan dia, bahwa saat ini minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah. Padahal, minat baca bisa mendapatkan informasi dari yang tidak diketahui sebelumnya. Selain itu, literasi sangat penting untuk mengisi konten pengetahuan dan meningkatkan kualitas bahasa.

"Literasi bisa mengembangkan empat keterampilan dasar berbahasa, yaitu; menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Karena saya sering berhadapan dengan berbagai jenis orang, pengetahuan bisa diperoleh dari mendengarkan. Sumber asupan kita bisa dari bacaan, pengamatan, bahkan obrolan," katanya.

Era digital membawa kemudahan akses informasi. Meski begitu, tingkat minat baca di Indonesia masih menurun dan tantangan literasi tetap menjadi hambatan serius.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2023 sebanyak 278,69 juta jiwa. Namun, UNESCO menyebutkan, hanya 0,001% masyarakat Indonesia yang memiliki minat baca. Artinya, dari 1.000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca.

Satu di antara langkah dalam mengatasi krisis literasi adalah memperkuat program literasi di lingkungan kerja. Program-program ini harus dirancang untuk merangsang minat membaca di kalangan Aparatur Sipil Negara.

#ASNPunyaCerita

Bagikan :