A. Stigma Kusta yang Kuat dan Menakutkan.
Bekerja sebagai Perawat ASN di RS Kusta??? Tidak terbersit sedikitpun dibenak ini. Sejak duduk dibangku kuliah, yang terfikir dan menjadi cita-cita adalah bekerja di Rumah Sakit yang besar dan bergengsi. Banyak kakak kelas, teman-teman seangkatan, serta adik kelas yang telah bekerja di RS-RS besar seperti: RSUP Kemenkes di kota-kota besar, RSUD Soetomo Surabaya, RS Siloam, dsb.
Kusta?!! Lepra?!! Penyakit yang ada zaman Nabi Isa AS itu masih ada? Penyakit itu yang sangat mudah menular? Penyakit yang dapat membuat penderitanya (mohon maaf) menderita cacat? Jari-jari tangan dan kakinya putus sendiri? Penyakit yang dapat menyebabkan penderitnya cepat meninggal? Dan masih banyak stigma-stigma negatif lainya tentang kusta yang berkembang di masyarakat Indonesia.
Setelah bekerja di RS Kusta, hati kecil kami terketuk dan phobia kami tentang penyakit Kusta berangsur hilang. Kami tegaskan bahwa: Penyakit kusta itu sangat sulit untuk menular. Penyakit kusta itu dapat disebuhkan dengan meminum obat sesuai program. Penderita kusta dapat terhidar dari kecacatan apabila minum obat dan melakukan perawatan diri sesuai yang diprogramkan. Penyakit kusta itu jauuuuh dari penyebab kematian. Jadi, saat menjumpai penderita kusta, daripada berasumsi atau menyebarkan info-info hoax tentang kusta apalagi mengucilkannya, lebih baik bertanya pada ahlinya dan memfasilitasi mereka (penderita kusta) untuk segera berobat ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan terdekat. Hal ini agar mereka segera tertangani dengan cepat sehingga kecacatan dapat dicegah. Selain itu, stigma negatif tentang kusta bisa direduksi atau bahkan dihilangkan. Harapannya eliminasi kusta di Indoensia bisa segera terwujud.
B. Tentang Angka Kusta
Kusta di dunia didominasi oleh 3 negara yang menjadi penyumbang kasus kusta terbesar, yaitu India, Brazil, dan Indonesia. Data dari World Health Organization (WHO) tahun 2018 menyebutkan bahwa ketiga negara tersebut menyumbang lebih dari 79% kasus baru. Kusta di Indonesia yang dilaporan oleh Kementrian Kesehatan (Kemenkes) adanya 12.095 kasus kusta baru ditemukan sepanjang tahun 2021 dan sebanyak 15.052 kasus kusta pada tahun 2022.
Kemenkes pada laporan tahun 2022, kasus yang terdaftar berjumlah 15.052 dengan kasus baru sebanyak 12.095. Proporsi kasus baru tanpa cacat sebesar 82,87%, dan di antara kasus dengan cacat didapatkan 6,37% adalah cacat tingkat 2. Proporsi kasus anak pada saat yang sama didapatkan 9,89%, masih jauh lebih tinggi dari yang ditargetkan, yaitu <5%. Sementara itu, data terakhir berdasarkan laporan Tim Kerja NTDs Kementerian Kesehatan RI, jumlah kasus kusta terdaftar pada periode Januari hingga Desember 2023 ialah 14.376 dan 9.799 di antaranya adalah kasus baru.
Beberapa provinsi yang menjadi penyumbang kasus kusta aktif di Indonesia antara lain provinsi Papua Barat menjadi provinsi yang menyumbang terbesar, diikuti oleh Maluku Utara, provinsi Papua, provinsi Maluku, dan provinsi Sulawesi Utara. Sementara provinsi bagian barat Indonesia, cenderung prevalensi kusta lebih sedikit, seperti di provinsi Sumatera Utara, Jambi, dan Sumatera Barat.
C. Tempat Penderita Kusta Merajut Harapan
Tidak semua Faskes atau RS mampu mengobati dan merawat penderita kusta. Hal ini karena obat kusta didistribusikan oleh Kemenkes melalui Dinkes ke Faskes yang ditunjuk. Hal ini agar pencatatan, pelaporan, dan penanganan penderita Kusta bisa lebih optimal. Dari berbagai cerita yang disampaikan oleh para pasien kami, mereka mengaku enggan berobat ke Faskes yang dekat dengan rumah. Mereka masih merasa malu jika bertemu dengan tetangga/ teman/ kerabat yang menanyakan sakit apa yang diderita. Selain itu terkadang mereka masih menjumpai pelayanan yang diskrimansi di Faskes tertentu.
Dari berbagai alasan tersebut, banyak penderita Kusta yang lebih suka berobat ke RS Kusta ditempat kami mengabdi. RS Kusta kami mengobati pasien pasien dari luar Kota dan Luar Kabupaten. Bahkan ada pasien yang berasal dari luar Pulau.
Di rumah sakit, para pasien kami terapi, kami rawat, kami ajarakan kemandirian serta perawatan diri guna mencegah kecacatan. Selain itu para pasien juga kami motivasi agar terus berkarya jika sudah sembuh nanti. Para pasien juga kami motivasi agar bergabung dengan Kelompok Perawatan Diri (KPD) Kusta yang sudah ada di setiap Kabupaten Kota. Hal ini untuk menguatkan mereka, bahwa mereka tidak sendiri. Masih banyak yang peduli dan mereka bisa berkarya untuk Indonesia.
D. Berbagai Memori
Sangat banyak sekali cerita yang pernah disampaikan oleh para pasien kami. Dan kebanyakan dari cerita mereka adalah cerita tentang dampat stigma negatif kusta yaitu diskriminasi. Cerita-cerita yang menyedihkan yang menyayat hati karena dampak ketidaktahuan masyarakat tentang kusta. Cerita itu dibagikan agar mereka merasa lega. Bagi kita pendengar banyak hikmah yang bisa kita ambil, diantaranya kita harus bersyur dengan kondisi dan kesehatan kita. Kita harus kuat, karena cobaan hidup kita, tidak ada apa-apanya jika dibanding cobaan berat para penderita kusta.
Ada banyak sekali kisah hidup yang telah mereka bagi. Beberapa cerita mereka yang masih teringat dengan jelas adalah semenjak didiagnosa kusta, hidup mereka berubah total. Ada seorang suami yang dituntut cerai oleh istrinya. Semenjak sakit kusta sampai meninggal dunia, suami itu oleh istrinya tidak diperkenanan untuk bertemu dengan anaknya. Bahkan dia sempat memohon ingin melihat anaknya untuk sekejap mata untuk terakhir kalinya. Namun sang istri tetap tidak mengizinkannya untuk berjumpa dengan anaknya.
Dikisah yang lain ada seorang istri yang menderita kusta. Suaminya menerimanya dengan lapang dada. Namun tetangga dan masyarakat seolah menolaknya. Setiap lewat di depan rumahnya, para tetangga selalu meludah ke arah rumahnya. Selain itu, setiap keluarga itu berbagi makanan atau minuman ke tetangga-tetangganya, mereka selalu menolak dan bahkan terang-terangan membuang makanan dan minuman yang mereka berikan. Hal ini tentu membuat keluarga penderita kusta itu sangat sedih sekali.
Selain itu, ada kisah sedih lainnya. Ada seorang penderita kusta yang diusir oleh warga sekitar. Penderita kusta terus dibuatkan “Gubuk” di tepi kuburan desa. Hal ini karena persepsi salah dari masyarakat agar penderita kusta tersebut tidak menularkan ke masyarakat. Di cerita yang lain, ada penderita kusta yang disembunyikan oleh keluarganya. Penderita kusta itu tidak diperkenankan serumah dengan anggota keluarga yang lain. Namun, penderita kusta itu disediakan tempat di Tempat “Kandang” sapi. Jadi kalau memberi makan sehari-hari, maka keluarga akan mengirim makanan ke kandang sapi teresbut.
Itulah beberapa kisah yang pernah dibagikan oleh para pasien kami. Masih banyak cerita-cerita yang meyedihkan lainnya. Semoga, kejadian-kejadinya yang tidak memanusiakan tersebut cukup sampai disitu dan tidak terulang lagi.
E. Leladi Sesamining Dumadi
Diwaktu awal penempatan, saya sempat berkecil hati. Namun seiring berjalan waktu, saya menemukan banyak himah dan merasa Alhamdulillah. Terimakasih Allah sudah mengirim hamba ke tempat ini. Di tempat ini, telah mengajarkan banyak hal pada kami, seperti kami harus selalu bersyukur dengan nikmat yang Allah berikan. Kami banyak belajar bersabar dari coban-cobaan yang dihadapi para pasien kami. Kami juga harus belajar melayani dengan ikhlas dan kuat menjalni hidup dari para pasien-pasien. Di RS ini, kami harus merawat pasien-pasien dengan berbagai macam kondisi. Mereka (para penderita kusta) tetap menjalani hidup dengan ikhlas dan penuh harapan. Mereka benar-benar definisi dari manusia-manusia ikhlas dan kuat.
Dengan menjadi bekerja di RS Kusta ini, Allah memberikan privilege kepada kami agar mampun berkontribusi lebih untuk berbagi dengan para penderita kusta. Kami berupaya merawat dan mengobati penderita kusta dengan seoptimal yang kami bisa. Di RS kusta, kami merawat penderita kusta dengan sepenuh hati. Kami merawat seperti keluarga kami sendiri. Seperti Motto RS Kusta dulu: “Leladi Sesamining Dumadi” yang artinya melayani sesama hidup atau melayani dengan memanusiakan.
Memanusiakan??? Iya benar. Sejak didiagnosa menderita penyakit kusta banyak penderita kusta yang merasa dikucilkan dan tidak dimanusiakan. Tidak hanyak di keluarga, di masyarakat, di pelayanan administrasi publik, bahkan di pelayanan kesehatan, masih banyak para penderita Kusta yang didiskriminasi. Tidak mendaptkan hak yang sama seperti manusia-manusia warga Indonesia pada umumnya.
Di RS Kusta ini, banyak pasien yang merasa nyaman dan enggan pulang. Karena kalau di rumah dan di masyarakat mereka merasa tidak dihargai atau tidak dimanusikan. Kalau di RS, mereka dapat berjumpa dengan teman-teman sesama penderita kusta yang senasib. Sehingga mereka dapat saling berbagi cerita dan sharing dari hati ke hati. Selain itu petugas-petugas RS yang senior telah mengajarkan kepada kami, agar merawat penderita kusta dengan setulus hati. Penyakit kusta itu bisa disembuhkan dan juga sangat sulit menular sehingga tidak perlu phobia berlebihan. Jadi tidak ada alasan untuk mendiskriminasi mereka. Kita harus melayani dengan memanusiakan atau Leladi Sesamining Dumadi.
F. Transformasi Pelayanan untuk Indonesia Emas
Seiring berjalanya waktu, RS Kusta tempat kami mengabdi sudah bertransformasi menjadi RSUD. Walaupun sudah menjadi RSUD, namun kami tetap melayani pengobatan dan perawatan para penderita kusta. Sebagai ASN kami bangga menjadi bagian dari bangsa untuk berkontribusi menyehatkan masyarakat. Mungkin yang peran kami tidak seberapa, namun semangat kami dan rasa cinta tanah air kami terus berkobar. Kami mendukung Indonesia untuk menuju eliminasi Kusta 2024 dan Nihil Kusta 2030. Semoga harapan itu bisa terwujud sehingga derajat kesehatan masyarakat bisa lebih optimal. Dengan derajat kesehatan optimal, harapanya masyarakat Indonesia dapat lebih produktif sehingga Indonesia Emas bisa terwujud.
REFERENSI:
World Health Organization. Ending the neglect to attain the sustainable development goals: a rationale for continued investment in tackling neglected tropical diseases 2021–2030. World Health Organization; 2022 2.
World Health Organization. Towards zero leprosy. Global leprosy (Hansen’s Disease) strategy 2021–2030. World Health Organization; 2021 3. Yotsu RR. Integrated management of skin NTDs—lessons learned from existing practice and field research. Trop Med Infect Dis. 2018;3(4):1-19 4.
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Arah dan kebijakan program pencegahan dan pengendalian kusta dan filariasis: Temu Media Peringatan Hari Neglected Tropical Diseases (NTDs). 2023.
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/2679/mengenal-penyakit-kusta.