Celoteh Integritas #01 Ketika Integritas dan Kasih Ibu dipertarungkan

Gambar sampul Celoteh Integritas #01 Ketika Integritas dan Kasih Ibu dipertarungkan

Minggu siang selepas azan Zuhur, kami sedang mempersiapkan makan siang di rumah. Tiba-tiba datang segerombolan anak-anak yang kami kenali sebagai teman dari putra kami, Abang Alfa. Namun kedatangan mereka bukan untuk bermain. Dengan wajah panik, mereka menyampaikan kabar bahwa Abang Alfa mengalami kecelakaan tertabrak truk dan sedang berada di Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit.

Kabar itu membuat tubuh saya seketika lemas dan pikiran seperti melayang. Namun kekuatan seorang ibu memaksa diri ini tetap tegar. Ayahnya segera berangkat ke rumah sakit, sementara saya menyiapkan berkas-berkas penting yang mungkin diperlukan.

Sesampainya di IGD, Abang Alfa sedang mendapatkan pertolongan pertama. Luka di kaki kirinya mengeluarkan darah begitu deras. Hati kami hancur menyaksikan kondisi anak kami. Setelah dilakukan tindakan jahit luka, pihak rumah sakit menjelaskan bahwa kecelakaan tersebut termasuk dalam kategori kecelakaan lalu lintas ganda, sehingga biaya pengobatan akan ditanggung oleh Jasa Raharja, dengan syarat kami membuat laporan kepolisian.

Proses administrasi pun kami jalani dengan sabar. Setelah rontgen, diketahui bahwa Abang Alfa mengalami retak tulang di dua titik, yakni di bagian dalam lutut dan tulang kering kaki kiri. Namun setelah pemeriksaan selesai, kami seolah “terlantar” di IGD. Beberapa kali kami menanyakan kepastian pindah ke ruang rawat inap, namun jawabannya selalu menunggu hasil konsultasi dokter spesialis.

Dua jam berlalu, dokter yang baru bertugas menyampaikan bahwa Abang Alfa harus menjalani CT Scan keesokan harinya. Kami kembali menanyakan kepastian pindah ruangan, namun pihak administrasi menjelaskan bahwa kami harus menyelesaikan laporan kepolisian terlebih dahulu.

Ayahnya segera menuju kantor polisi. Di sana, kami menjelaskan bahwa kami telah berdamai dengan pihak penabrak. Namun petugas menyampaikan bahwa laporan tidak dapat diproses tanpa penyitaan kendaraan yang terlibat. Truk yang menabrak ternyata masih digunakan untuk mengangkut hasil jagung di kebun sekitar lokasi kejadian.

Kami menyadari, maksud tersirat dari petugas tersebut adalah permintaan pungli agar proses bisa dipercepat. Kami memilih tidak menuruti permintaan itu dan kembali ke rumah sakit tanpa hasil. Konsekuensinya, malam itu anak kami harus tetap berada di IGD tanpa ruang rawat inap yang lebih tenang.

Sempat terlintas di pikiran untuk menghubungi salah satu rekan yang menjabat pimpinan rumah sakit agar membantu mempercepat proses. Namun hati kecil menolak keras. Kami sadar, langkah itu akan menjadi bentuk penyalahgunaan wewenang, salah satu praktik korupsi yang selama ini kami lawan dalam setiap penyuluhan dan pelatihan integritas.

Hati kami berkecamuk  antara naluri orang tua yang ingin memberikan yang terbaik untuk anak, dan panggilan nurani untuk menjaga prinsip integritas. Akhirnya kami memilih bersabar, menenangkan Abang Alfa agar bertahan dengan rasa sakitnya malam itu.

Dalam lamunan di tengah ruang IGD, terlintas kembali semua teori dan pembelajaran dari e-learning tentang pengendalian gratifikasi dan anti-pungli. Kami benar-benar merasakan betapa sulitnya menerapkan nilai integritas di tengah situasi yang menguji emosi dan kasih sayang. Namun kami juga menyadari, jika setiap orang memilih jalan pintas, maka sistem pelayanan publik tak akan pernah bersih.

Pengalaman ini menjadi pembelajaran nyata bagi kami bahwa integritas bukan sekadar slogan, melainkan komitmen yang diuji dalam kondisi paling berat. Kami percaya, menolak pungli dan gratifikasi adalah bagian dari ikhtiar untuk memutus rantai korupsi, sekecil apa pun bentuknya.

Kami mohon doa untuk kesembuhan ananda kami, Abang Alfa, serta semoga kisah ini menjadi inspirasi bagi kita semua untuk tetap berpegang pada nilai kejujuran, tanggung jawab, dan integritas.

Salam Integritas.

Bagikan :