BERINTEGRITAS MULAI DARI DIRI SENDIRI

Gambar sampul BERINTEGRITAS MULAI DARI DIRI SENDIRI

Masih hangat dalam kanal berita maupun podcast dari berbagai sumber yang membahas demonstrasi anarkis yang berujung kepada perusakan fasilitas-fasilitas umum dan penjarahan rumah-rumah anggota DPR dan juga rumah seorang Menteri. Lepas dari perdebatan para pakar bahwa ada oknum yang menunggangi atau ada kepentingan kelompok tertentu dengan  hidden agenda-nya, jika itu benar maka tetap saja pelakunya di lapangan ya orang kita juga, aktor dibelakangnya pun orang kita juga, orang Indonesia ! Ketika mereka merusak fasilitas umum tanpa sadar mereka telah merugikan hak masyarakat umum pengguna fasilitas umum tersebut, disadari atau tidak tujuan akhir demonstrasi agar masyarakat mendapatkan keadilan justru malah menambah ketidakadilan baru dan menambah beban bagi masyarakat, tuntutan belum tentu dipenuhi tetapi kerugian sudah terjadi.

 

Semua memang diawali oleh kelakuan segelintir oknum pejabat yang kaya materi tapi miskin empati. Ditengah  kondisi masyarakat yang prihatin, tunjangan bagi pejabat yang sebetulnya selama ini mendapat gaji dan tunjangan yang besar malah ditingkatkan dengan nilai yang fantastis, dan mereka pertontonkan kebahagiaan mereka diatas penderitaan masyarakat ini didepan publik dengan bernyanyi dan berjoget tanpa ada rasa malu ! Masyarakat marah karena uang yang dipakai untuk gaji dan tunjangan yang tidak masuk akal itu berasal dari  berbagai pajak yang dibebankan ke masyarakat, uang rakyat ! Ketika masyarakat memberikan kritik dan protes malah dijawab dengan pernyataan yang tidak pantas dan justru menambah kemarahan. Pejabatnya pun kehilangan integritas.

 

Akan tetapi ketika para pelaku penjarahan menjarah rumah pejabat yang mereka anggap tidak pantas menerima gaji dan tunjangan tinggi karena mengambil dari uang rakyat dari pajak rakyat, maka sejatinya tidak ada bedanya sikap dan karakter yang ditunjukan, hanya beda di kesempatan saja. Jika karakter maling dan ringan tangan mengambil yang bukan miliknya sudah ada ketika jadi rakyat biasa, jika diberikan kesempatan dan jabatan maka cerita yang sama akan terulang dengan waktu, tempat dan peristiwa yang berbeda. Karena tidak ada rasa kejujuran dan kepedulian, tidak ada rasa empati dan tanggungjawab, hilang integritas !

 

Jika kita meluangkan waktu untuk membaca kolom komentar dalam postingan berita terkait perusakan fasilitas umum dan penjarahan rumah para pejabat, maka kita akan semakin prihatin akan krisis integritas bangsa ini, sebagian komentar justru mendukung untuk merusak fasilitas umum lainnya dan bahkan menghasut untuk membakar gedung-gedung milik negara, yang sebetulnya dibangun menggunakan uang rakyat juga, yang rugi akhirnya rakyat juga ! Sebagian komentar lainnya merasa senang dan puas jika rumah pejabat-pejabat itu dijarah, seolah penjarahan ini menjadi hukuman yang pantas dan dinormalisasi sebagai sebuah peristiwa sebab dan akibat semata. Padahal sejatinya penjarahan tak ada bedanya dengan pencurian dan perampokan yang merupakan perbuatan kriminal yang mengambil harta benda milik orang lain dengan jalan paksa, mengambil sesuatu yang bukan haknya. Bahkan tidak ada bedanya dengan korupsi !

 

Peristiwa perusakan fasiitas umum dan penjarahan yang terjadi bukan satu-satunya cerita yang menunjukan adanya krisis integritas di bangsa kita.  Tidak satu dua kali kita membaca berita ketika ada kecelakaan truk yang berisi makanan atau sembako terguling, warga disekitar atau masyarakat yang sedang melintas beramai-ramai menjarah muatan makanan atau sembako yang tercecer. Bukannya ikut membantu dan menolong semampu kita baik dengan harta, tenaga atau setidaknya doa. Justru malah mencuri harta benda orang lain. Mengambil hak orang lain yang bukan menjadi hak mereka. Ini menunjukan kadar integritas sebagian masyarakat kita ini masih rendah dan mengkhawatirkan. Tidak ada kepedulian, miskin empati dan memilih bahagia diatas penderitaan orang lain.

 

Di negara Saudi Arabia, ketika jam sholat datang, para pedagang yang hendak sholat meninggakan barang dagangan atau tokonya tanpa penjagaan, dan pada umumnya barang-barang dagangan dan toko mereka tetap aman tidak ada yang mencuri atau menjarah. Mungkin ini pemandangan yang umum yang biasa disaksikan oleh para jamaah Haji atau Umroh kita ketika berada di negara Saudi Arabia. Tentu kondisi seperti itu belum tentu akan sama jika dilakukan di Indonesia. Hal yang sama terjadi di Jepang yang saya baca di media sosial, yang dibagikan oleh akun instagram @Jahenanas yang memberikan fakta menarik, dimana istrinya yang tinggal di Jepang menemukan kembali IC Card atau e money miliknya yang terjatuh di pinggir jalan dekat tempat tinggalnya di Osaka meski tergeletak di pinggir jalan selama lebih dari tiga bulan. Tidak ada yang mengambil, bahkan memindahkan pun tidak. Saya berkeyakinan tidak dipindahkan oleh siapapun yang melihat, agar pemilik mudah mencari kembali ketika ingin menelusuri jejak perjalanan sebelum IC Card tersebut terjatuh. Jangankan mau mengambil yang bukan haknya, tapi juga berempati dengan tidak memindahkan agar mudah ditemukan pemiliknya.

 

Ada cerita lain yang mirip dengan kejadian truk membawa makanan yang terguling di Indonesia, tapi kali ini terjadi di negara Tiongkok, China. Berita yang saya baca di media sosial, truk yang terguling di kota An yang, Tiongkok, China membawa minuman kemasan, ketika terguling maka minuman kemasan berhamburan di jalanan, tercecer dan terpisah-pisah dari kemasan besarnya. Masyarakat sekitar lokasi kejadian dan orang-orang yang kebetulan sedang melintasi lokasi kecelakaan segera mengumpulkan minuman kemasan yang jatuh tercecer, tetapi bedanya, setelah dikumpukan bukan untuk dibawa kabur untuk dijarah, yang mereka lakukan adalah masing-masing membawa hasil minuman kemasan yang dikumpulkan, untuk ditunjukan kepada pemiliknya, dan dibeli !. Alih-alih menjarah, mereka justru berempati dengan musibah yang dialami orang lain, sehingga tidak hanya menolong dari musibah tetapi juga membantu meringankan musibah, dan mencegah agar tidak terkena musibah yang lain, dan berusaha mengurangi kerugian materi dari rusak atau hilangnya minuman kemasan yang tercecer. Sama seperti sikap tidak memindahkan IC Card di Jepang, perilaku ini juga dikenal dengan istilah Altruisme, yaitu sikap atau naluri seseorang yang lebih mengutamakan kepentingan orang lain dibandingkan kepentingan dirinya sendiri. Sifat ini lawan dari sifat egois yang hanya mementingkan diri sendiri.

 

Level integritas dalam bentuk Altruisme pernah ditunjukan juga oleh masyarakat Jepang dalam suatu berita yang pernah saya baca di salah satu kanal berita di media sosial. Pegawai yang datang lebih dahulu ke kantor lebih memilih lot parkir yang lebih jauh dari gedung kantor, alasannya agar pegawai yang datang terlambat dapat lebih cepat dan mudah mendaptkan lot parkir sehingga tidak terlambat masuk kantor. Ini wujud mendahulukan kepentingan orang lain yang lebih membutuhkan dibanding kepentingan pribadi. Jika mengikuti norma yang umum, wajar saja mereka yang datang lebih awal  memilih lot parkir yang lebih dekat dan strategis,  dan ini hak mereka, tidak ada yang salah. Tapi mereka rela mengorbankan hak mereka dan mengalihkan kepada orang lain yang lebih membutuhkan.

 

Model integritas yang ditunjukan masyarakat negara Saudi Arabia, China dan Jepang ini bisa menjadi contoh potret baik bagi masyarakat Indonesia. Level integritas paling rendah adalah, sekedar tidak melakukan apa-apa, dan sudah berlalu saja dengan cepat agar tidak menjadi hambatan atau gangguan bagi orang lain yang punya level integritas lebih tinggi yang hendak membantu korban bencana. Tidak dituntut juga untuk membantu jika memang sudah ada yang membantu. Cukup lah tidak menjadi beban bagi orang lain dan jangan menambah bencana diatas bencana.

 

Potret krisis integritas bangsa ini juga pernah terjadi ketika di suatu wilayah terkena bencana alam sehingga memerlukan bantuan sosial yang banyak, distribusi bantuan kepada para korban malah disalahgunakan oleh mereka yang tidak terkena bencana, bahkan rumah-rumah para korban bencana yang sedang mengungsi dijarah. Bukannya membantu meringankan musibah yang dialami orang lain, kebalikannya, malah justru menambah musibah diatas musibah. Kejahatan kemanusiaan lainnya terjadi di negeri kita ini dalam hal penyaluran bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat miskin. Anggaran paket bantuan sosial yang besar dijadikan peluang untuk korupsi, sehingga paket bansos yang jika dibelanjakan sesuai anggaran semestinya layak diterima oleh masyarakat miskin, menjadi berkurang mutu, kualitas dan kuantitasnya. Baru saja terjadi, sebelum saya kembali menulis disini, muncul fyp di instagram saya dari akun @informania_  ada seorang warga salah satu desa di Kalimantan curhat sambil memangku satu karung beras, warga tersebut mempertanyakan mengapa jatah karung beras yang dia terima hanya satu, padahal di kantor desa difoto bersama dua karung beras. Lantas dikemanakan satu beras lagi ? Betapa palsunya karakter oknum desa yang mendokumentasikan penerimaan dua karung beras padahal hanya dibagikan satu karung.  Karakter yang culas, rakus, miskin empati dan jauh dari integritas.

 

Bahkan banyak berita diberbagai kanal berita yang menginformasikan fakta bahwa beras yang disalurkan kepada masyarakat miskin banyak kutunya dan tidak layak dikonsumsi. Dan mirisnya, kuat dugaan semua kejadian ini tidak hanya terjadi di satu tempat dan satu waktu itu saja. Dan Itu semua baru potret dari sisi pendistribusian bantuan sosial, ada sisi lain yang juga menunjukan terjadinya krisis integritas di sebagian masyarakat kita, salah satunya sisi penerima bansos.

 

Rumah penulis pernah didatangi petugas yang menyalurkan paket bansos. Padahal penulis tidak pernah mendaftar atau mengajukan diri ke RT, RW atau kelurahan untuk dikelompokan sebagai warga miskin yang berhak atas bantuan sosial dari pemerintah. Banyak paket bansos yang seharusnya diperuntukan bagi masyarakat miskin, salah sasaran dan dibagikan ke warga-warga yang mampu yang tidak berhak menerima. Waktu itu kami dengan tegas menolak dan meminta bansos tersebut diberikan ke tetangga yang berhak yang benar-benar miskin.  Tetapi kalau mau jujur, berapa banyak dari kita yang sudi menolak atau mengembalikan bansos tersebut ? Atau justru malah bersyukur merasa mendapat rizki tak terduga ?!.

 

Karakter bangsa minim integritas ini juga tercermin lewat perilaku sebagian pegawai negeri yang diberikan tugas dan kewenangan melayani masyarakat umum, baik pengurusan administrasi kependudukan, pelayanan kesehatan, perizinan dan selainnya. Entah mengapa di sebagian kantor pelayanan publik yang semestinya pelayanan diberikan dengan sepenuh hati sesuai dengan nilai-nilai dasar ASN Ber-Akhlak, hanya sekedar slogan dan penghias dinding kantor pelayanan tersebut. Sampai saat ini jika kita buka berita di kanal berita media sosial, masih ada pegawai negeri yang tidak berada diloket pelayanan pada saat jam-jam sibuk, bahkan disuatu kantor pelayanan, ketika disidak oleh wakil bupati, petugas malah mempertanyakan identitas dari wakil bupati tersebut. Kondisi lain di sebuah rumah sakit umum di daerah yang berbeda, datang pasien darurat ke ruang UGD, tapi tidak ada satupun petugas yang melayani. Untuk urusan darurat yang nyawa taruhannya pun, seolah-olah tidak ada kepedulian terhadap hak pelayanan bagi masyarakat.

 

Fakir integritas tidak hanya kepada sebagian oknum pegawai di tataran operasional, tapi juga sebagian oknum pejabatnya, mereka tidak memiliki empati sama sekali dengan derita yang dirasakan oleh masyarakat miskin, ditengah himpitan kesulitan ekonomi menerpa, lapangan kerjaan terbatas, harga-harga naik, pajak meningkat. Perilaku pejabat tidak mencerminkan kesederhanaan, justru malah mempertontonkan kemewahan dan berbagai fasiitas mentereng, seolah-olah yang harus bersabar dengan kesulitan ekonomi ini hanya masyarakat miskin saja, tidak berlaku bagi pejabat negara. Menggunakan pesawat jet bersama keluarga, flexing dengan tas mewah, dan kendaraan mewah, berpesta pora dan berjoged ria dengan musik merayakan peningkatan gaji dan tunjangan sementara masyarakat berjejal jejal mengantri untuk sekedar menaruh surat lamaran pekerjaan, pekerjaan yang belum tentu mereka dapatkan.

 

Maka sudah saatnya bangsa ini berbenah, integritas harus dihidupkan lagi seperti dahulu pernah dicontohkan tokoh-tokoh besar pejabat bangsa ini di masa awal-awal kemerdekaan. Integritas tidak hanya bagi pejabat negara, pegawai negeri, tetapi juga bagi masyarakat umum. Karena krisis integritas ini tidak hanya berlaku di pemerintahan, tapi juga ditengah-tengah masyarakat, didalam kehidupan keseharian masyarakat. Semua tercermin dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, baik pemerintahnya dan juga masyarakatnya, semua tanpa terkecuali, wajib berintegritas. Bagaimana caranya ? Mulai lah dari diri kita sendiri !

Bagikan :