Berharap Lecut Tangan Menteri Komdigi Meutya Hafid

Gambar sampul Berharap Lecut Tangan Menteri Komdigi Meutya Hafid

oleh : Charlie Ch. Legi

Siapa yang tak kenal Meutya Hafid. Wanita kelahiran Bandung, 46 tahun silam itu suaranya selalu terdengar membawakan program berita di televisi swasta, Metro TV. Saya masih ingat suaranya ketika membacakan berita tentang peristiwa gempa di negeri kami, Padang, 30 September 2009 silam. Hanya Metro TV yang ketika itu selalu menyuguhkan berita tentang gempa Padang. Jika sudah mendengar suara Meutya Hafid, ingatan saya kembali ke tahun itu.

Kini, Meutya Hafid menjadi Menteri Komunikasi Digital (Menkomdigi). Mantan jurnalis dan pembawa berita itu duduk di tampuk kabinet Merah Putih 2024-2029, era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming.

Keberadaan Meutya Hafid di Kabinet Merah Putih sudah diprediksi sejak awal. Wanita berdarah Bugis itu memulai karier politiknya di partai Golkar, lewat Dapil Sumatera Utara I. Berada di kursi DPR RI membuat karier politiknya berjalan mulus dan cemerlang.

Kehadiran Meutya Hafid sebagai Menteri Komdigi merupakan "karier linier" baginya. Karena jurnalis selalu beririsan dengan Komdigi. Kepercayaan Presiden Prabowo kepada Meutya diharapkan mampu menjawab permasalahan komunikasi informasi dan digitalisasi selama ini.

Terbukti, begitu duduk di kursi menteri, Meutya sudah mencanangkan perang terhadap judi online (Judol). Usai dilantik, dirinya bertekad menutup situs-situs perjudian online ilegal dan memperkuat kolaborasi dengan penegak hukum untuk memerangi kejahatan siber tersebut.

Selain memerangi judol, Meutya juga akan aktif mengatasi kebocoran data pribadi serta serangan siber dalam bentuk ransomware pada Pusat Data Nasional Sementara. Termasuk penguatan infrastruktur telekomunikasi yang menjadi prioritas saat ini. Pemerataan jaringan internet di seluruh Nusantara merupakan harga mati di era digitalisasi dewasa ini.

Dari sekian banyak pekerjaan rumah itu, ada satu pekerjaan penting yang harus dituntaskan oleh Meutya. Berlatar belakang jurnalis, dipastikan tingkat kecerdasan Meutya di atas rata-rata. Meutya diharapkan mampu menjadi canang ataupun corong informasi yang tepat di tengah maraknya berita bohong (hoax).

Termasuk menjadi penetralisir di tengah terus bergulirnya berita tentang kasus pelanggaran HAM berat kepada Presiden Prabowo Subianto. Meutya merupakan jurnalis yang piawai dalam merangkai kata dan meyakinkan banyak orang. Tentunya, ke depan Komdigi akan menjadi "juru bicara" atau komunikator yang mumpuni dalam memerangi informasi bohong.

Tongkat estafet sudah di tangan Meutya Hafid. Saatnya istri Noer Fajriensyah ini memainkan perannya. Tentunya akan sama-sama kita tunggu lecut tangannya sebagai Menteri Komdigi.

Selincam Tentang Meutya Hafid.

Jejak awal Meutya dimulai dari sebuah lokasi yang bernama Soppeng. Kabupaten Soppeng yang berada pas di tengah Provinsi Sulawesi Selatan begitu berkesan bagi Meutya kecil, dimana masyarakatnya yang mayoritas etnis Bugis memiliki sikap pekerja keras, namun karena geografi di kawasan perbukitan cenderung tetap mengedepankan kesejukan. Hal inilah yang menjadi latar belakang Meutya dalam bersikap dalam kehidupan selanjutnya. 

Dinukil dari Kominfo.go.id, Meutya mengawali karir sebagai jurnalis TV, dengan sejumlah prestasi dan dedikasi, terutama pada liputan daerah konflik. Ia meliput Darurat Militer Aceh (2003), Tsunami Aceh dan perjanjian damai Aceh (2005), Pemilu Irak (2005), Kudeta Militer Thailand dan konflik Thailand Selatan (2006), serta liputan Palestina (2007)  

Saat liputan Pemilu di Irak 2005. Meutya bersama Budiyanto (kameramen Metro TV kala itu, kini Pemimpin Redaksi Metro TV) disandera selama 7 hari oleh Pasukan Mujahidin Irak. Peristiwa itu dituliskan dalam bukunya “168 jam dalam Sandera”. 

Meutya Hafid diganjar Elizabeth o' Neill Journalism Award (2007) dan sejumlah penghargaan lain di dunia jurnalistik. Ia dianugerahi Kartu Pers Nomor Satu atau Press Card Number One (PCNO), penghargaan kepada wartawan profesional dengan kompetensi dan integritas. 

Meutya bergabung dengan Partai Golkar (2008) dan masuk ke Senayan pada 2010. Ia mengawali kiprah sebagai anggota DPR di Komisi XI bidang keuangan dan perbankan. Meutya ikut dalam sejumlah gebrakan, antara lain soal Merpati Air dan kasus Citibank.   

Saat dipindah ke Komisi I DPR, bidang luar negeri, pertahanan, komunikasi dan informatika, serta intelijen, pada 2012, Meutya mengunjungi Gaza untuk memberikan bantuan secara langsung kepada rakyat Gaza, dan bertemu pimpinan Hamas dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas.  

Pada 2014, Meutya menjadi Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR. kemudian menjadi Wakil Ketua Komisi 1 DPR. Pada periode ini, ia menginisiasi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), serta program sertifikasi wartawan. 

Pada 2019, Meutya adalah perempuan pertama yang menjadi Ketua Komisi 1 DPR RI. Ia menyelesaikan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, dan juga berperan pada perubahan UU ITE  untuk perlindungan anak di ranah digital.  Selama memimpin sebagai Ketua Komisi I DPR RI pada 2019-2024, ia telah menghasilkan 13 Undang-Undang. 

Meutya menyelesaikan S1 bidang Manufacturing Engineering dari Universitas New South Wales, Australia, dan S2 Ilmu Politik (cum laude) dari Universitas Indonesia.**

Bagikan :