Kekecewaan publik terhadap kondisi Indonesia saat ini bukanlah dongeng terkisah. Kita menyaksikan demonstrasi yang berujung penjarahan, krisis kepercayaan rakyat pada penguasa, perwakilan rakyat yang sibuk memperkaya diri, hingga kemelaratan menjadi kekayaan rakyat pinggiran. Di jalanan, rakyat berteriak, di layar berita terputar tayangan kriminal, dan di ruang-ruang keluarga, muncul pertanyaan getir, “Mau dibawa ke mana negeri ini?”
Dari laku sejarah kita mengerti bahwa cahaya justru tampak paling terang ketika hadir dalam kegelapan yang begitu pekat. Bangsa ini tidak akan mampu diselamatkan oleh segelintir elite yang gagal menjaga amanah, oknum yang sibuk mencari popularitas, melainkan oleh jutaan rakyat yang bekerja, berkarya, dan tidak berhenti menyalakan api harapan. Meskipun tidak selalu menjanjikan kualitas hidup dalam kemapanan.
Bukankah kita akan menyepakati di mana perubahan tidak bisa hanya ditunggu dari kursi parlemen atau istana? Perubahan kecil seperti yang dilakukan oleh seorang guru di ruang kelas untuk menyalakan obor ilmu dan tahu, di pematang sawah ada petani yang menolak menyerah pada harga anjlok dan biaya tanam meroket, di tangan tenaga kesehatan yang bertanggung jawab menolong nyawa, hingga pada generasi muda yang mencipta teknologi, seni dan ribuan karya nyata.
Inilah saatnya afirmasi positif itu kita udarakan, kita gaungkan, bukan sekadar kata-kata manis, melainkan janji diri dan sugesti. Pribadi yang akan terus tumbuh dan bergerak meski dikecewakan, yang terus menempuh jalur karir dan pengabdian di tengah keputusasaan dan kesewenang-wenangan. Tumbuh menjadi pribadi yang tidak padam saat disebut #IndonesiaGelap namun justru benderang menyalakan kontribusi meskipun kecil untuk mencapai #IndonesiaTerang.
Kapasitas kita mungkin masih jauh, menggerakkan massa untuk melawan ketidakadilan juga belum mampu kita lakukan. Bersuara selantang Ferry Irwandi atau Salsa Erwina juga bukan keahlian kita, barangkali saja karena kita bukan siapa-siapa. Tidak ada massa, tidak ada ketenaran, tidak banyak yang mengenal, tapi kita masih punya jalan kontribusi, masih ada jembatan panjang untuk dilalui, jalan perjuangan dengan ilmu, keterampilan dan pengetahuan. Sekecil apapun, kontribusi kita untuk bangsa akan berpengaruh sama, nyata.
Bangsa ini memang tengah diuji oleh krisis moral para pemimpin. Tetapi kita, rakyat biasa, tidak boleh ikut larut dalam kegelapan. Kita perlu melawan dengan cara yang berbeda: memlui kerja nyata, kejujuran, dengan solidaritas, tanpa membiarkan api optimisme padam.
Ada peluang kita untuk tetap kecewa, karena itu adalah konsekuensi nyata dari bentuk mencinta. Namun jangan lelah, cinta kita belum seberapa. Kecewa kita belum ada seujung kuku para pendahulu bangsa. Berikan dukungan untuk mereka yang mampu turun dan lantang menyeru dijalanan, dihadapan penitah kekuasaan. Selanjutnya kita akan tetap bergerak menebar manfaat, mencipta karya dengan jalan semampu kita.
Indonesia akan terang bukan karena pemimpinnya sempurna, melainkan karena rakyatnya teguh menyalakan cahaya. Mari berhenti menunggu, kita bergerak. Karena hanya dengan karya dan kerja bersama, #IndonesiaTerang akan benar-benar menjadi nyata. Hari ini, barangkali Bangsa kita masih semrawut di persimpangan, pilihan ada pada kita untuk menjadi cahaya pencerah atau lilin yang memilih padam?