Bangkit dari Libur Panjang: Layanan ASN Harus Tetap Prima

Gambar sampul Bangkit dari Libur Panjang: Layanan ASN Harus Tetap Prima

Libur panjang sering jadi momen yang ditunggu-tunggu. Entah itu pulang kampung, berkumpul bersama keluarga, atau sekadar rehat dari padatnya rutinitas pekerjaan. Tapi setelah libur usai, muncul satu tantangan klasik: bagaimana mengembalikan ritme kerja agar tetap semangat dan produktif?

Pertanyaan itu bukan hanya milik pegawai biasa. Aparatur Sipil Negara (ASN), yang memegang peran penting dalam pelayanan publik, juga menghadapi dilema serupa. Namun, justru pada titik inilah semangat pengabdian ASN diuji—dan sekaligus bisa bersinar.

Tanggal 8 April 2025 menjadi momen penting bagi para ASN, khususnya di Kementerian Agama. Hari pertama kerja setelah cuti bersama Idulfitri dijadikan waktu strategis untuk menyalakan kesiapan kembali bekerja, dengan dilakukannya inspeksi mendadak atau sidak oleh tim internal. Bukan sekedar formalitas, sidak ini menjadi alat refleksi: sejauh mana ASN mampu menjalankan komitmen dan tanggung jawabnya, bahkan setelah masa rehat panjang?

Di beberapa daerah seperti Aceh Besar, Bone, dan Morowali, tingkat kehadiran ASN pada hari pertama kerja mencapai 100%. Fakta ini patut diapresiasi, karena menunjukkan bahwa semangat profesionalisme tetap terjaga. Kepala madrasah di Bone, misalnya, menyatakan bahwa kehadiran penuh mencerminkan rasa tanggung jawab yang tinggi, khususnya dalam mendidik generasi penerus bangsa.

Apa yang Mendorong Mereka Tetap Semangat?

Jawabannya bukan hanya soal kewajiban. Banyak ASN yang memiliki “api dalam dada”—dorongan batin untuk terus mengabdi, bahkan dalam kondisi yang tidak selalu ideal.

Seorang ASN yang bertugas di bidang pendidikan di Palangka Raya, misalnya, pernah hampir kehilangan motivasi. Rutinitas yang melelahkan dan murid-murid yang sulit diatur membuatnya ragu. Tapi satu kutipan dari KH. Maimun Zubair mengubah segalanya:

“Ketika melihat peserta didik yang menjengkelkan dan melelahkan, terkadang hati teruji kesabarannya. Namun hadirlah gambaran bahwa di antara satu dari kelak mereka akan menarik tangan kita menuju surga.”

Kutipan ini bukan hanya menyentuh, tetapi menjadi pengingat bahwa pekerjaan sebagai ASN, khususnya di bidang pelayanan dan pendidikan, adalah bidang amal jariyah. Sejak saat itu, ia tidak hanya kembali bekerja, tetapi melakukannya dengan hati.

Refleksi: Sudah Sejauh Mana Kita Mengabdi?

Coba kita bertanya pada diri sendiri:

  • Apakah saya datang ke kantor hanya karena takut ditegur atasan?

  • Sudahkah saya memberikan pelayanan terbaik, bahkan untuk hal-hal kecil?

  • Bagaimana kontribusi saya bagi masyarakat, khususnya pasca-libur panjang ini?

Pertanyaan-pertanyaan itu bukan untuk menghakimi, tapi sebagai bahan refleksi. ASN bukan sekedar pekerjaan, tapi juga pengabdian. Dan di setiap pengabdian, ada makna yang lebih besar dari sekedar angka kehadiran.

Langkah-Langkah Sederhana Tapi Berdampak Besar

Untuk membantu ASN kembali ke jalur produktivitas setelah libur panjang, ada beberapa hal yang dapat diterapkan secara praktis:

  1. Presensi Digital yang Efektif
    Sistem absensi berbasis teknologi seperti e-Presensi memudahkan pemantauan kehadiran secara real-time. Ini juga bisa menjadi pengingat bahwa setiap waktu kerja itu berharga.

  2. Checklist Kesiapan Kerja
    Menyusun daftar tugas dan kebutuhan sebelum dan sesudah libur membuat transisi kerja jadi lebih lancar. Tidak ada lagi kebingungan di hari pertama.

  3. Program Refreshment atau Motivasi Kerja
    Sesi santai atau kegiatan ringan di hari pertama bisa membantu mengembalikan semangat kerja. Tidak harus formal—yang penting ada ruang untuk adaptasi.

Untuk memastikan pelayanan publik tetap berjalan, Sekretaris Jenderal Kementerian Agama juga telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 17 Tahun 2025. Dalam edaran tersebut, diatur bahwa ASN wajib menyesuaikan sistem kerja mereka pada masa sebelum dan sesudah libur nasional.

Poin pentingnya? Hari pertama kerja setelah cuti bersama Idulfitri (8 April 2025) menjadi bagian dari sistem kerja yang wajib dipatuhi. Pelanggaran atas ketentuan ini bisa berdampak pada penilaian kinerja ASN itu sendiri. Jadi, kehadiran bukan hanya soal fisik, tapi juga soal etika kerja.

Mengabdi Bukan Sekadar Hadir

Seperti kata Wakil Menteri Agama yang lalu, Saiful Rahmat Dasuki:

“Jika Anda menjadi ASN atau pejabat publik, jadilah yang berakhlak, rendah hati, menghormati orang lain, toleransi, dan sebagainya.”

Menjadi ASN bukan sekedar profesi. Ia adalah amanah, panggilan jiwa, sekaligus kesempatan untuk mencatatkan pahala melalui pelayanan yang tulus dan berkualitas. Maka, mari kita jadikan momentum pasca-libur ini sebagai awal yang baru. Awal untuk mengabdi lebih ikhlas, bekerja lebih cerdas, dan melayani lebih sepenuh hati.

Karena bangsa ini dibangun bukan hanya oleh pemimpin di atas, tapi juga oleh tangan-tangan ASN yang bekerja di senyap, namun berdampak besar.

Jika kamu ASN yang sedang membaca ini, mungkin sudah bertanya:
“Apa arti kehadiranku hari ini bagi pelayanan publik esok hari?”

Bagikan :