#ASNPunyaCerita, Cerita Dari Tempat Dinasku : My Job My Advanture

Gambar sampul #ASNPunyaCerita, Cerita Dari Tempat Dinasku : My Job My Advanture

Mempromosikan dan mensukseskan  Program  Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) menjadi tugasku di lini lapangan. Meski di awal merintis karir diriku belum membangun rumah tangga, namun aku semangat mengedukasi masyarakat tentang pentingnya merencanakan jumlah anak, serta mengatur jarak kelahiran dengan menggunakan kontrasepsi. Kredibilitasku serasa dianggap kurang  bagi mereka yang menjadi sasaran penyuluhanku. Bagaimana bisa seseorang yang belum pernah menggunakan kontrasepsi, berbicara banyak hal tentang kontrasepsi.  "Memangnya mbak sudah pernah coba? Kok yakin bagus," kira-kira begitu komentar mereka.  Ini tentu menjadi tantangan yang lumayan unik dalam karirku. Seiring berjalannya waktu, edukasi dalam media penyuluhanku dapat diterima baik karena apa yang ku sampaikan adalah berdasarkan ilmu pengetahuan dan penelitian. Serta rancangan program dari  pemerintah yang tentu  tidak asal dibuat. Apalagi sebelum terjun di lapangan, aku telah dilatih agar lebih terampil dalam menjalankan tugas.

Sangat mudah jika ingin menemukan aku. Sehari-hari aku berkeliling di wilayah binaanku. Perempuan bermotor biru (plat merah dan dulu ada logo bertuliskan 2 anak cukup di motor dinasku, tapi sekarang tulisannya sudah berubah, tak ada lagi logo dua anak cukup, berganti, Berencana Itu Keren ) dan kerap dipanggil Ibu KB.

"Ibu KB, saya mau KB tapi takut"

"Ibu KB, saya mau KB tapi suami tidak mengizinkan, "

"Ibu KB, anak saya baru usia lima bulan, tapi saya sudah hamil lagi,"

Demikian beberapa contoh urusan yang harus aku hadapi di lapangan.

Sebagai Penyuluh Keluarga Berencana tugasku bukan hanya sebatas berbicara tentang kontrasepsi. Aku juga harus berbicara tentang semua fase kehidupan manusia. Semua dikelompokkan dalam masing-masing segmen.  Mulai dari ibu hamil, bayi, balita, remaja, wanita usia subur, pasangan usia subur, hingga lansia.  Lalu apa yang  membuatku kuat dan bertahan? Tentu karena gaji dan tunjangan kinerja yang semakin hari semakin Alhamdulillah.  Bercandaaaa.... tentu karena ada hal lebih menarik dari sekedar gaji. Apa itu? Ikuti terus ya ceritaku. Nanti akan ku beritahu.

Dari pekerjaan ini, bukan hanya materi yang ku dapat sebagai upah bekerja, tapi lebih dari itu. Sesuatu yang lebih berharga, yaitu pengalaman dan pelajaran yang luar biasa. Melalui pekerjaan ini aku serasa memang ditakdirkan bertemu dengan orang-orang serta tempat dan keadaan yang mengajarkan bahwa materi, uang, bukanlah hal terpenting di dunia ini. Kusadari bahwa dunia yang fana nan singkat ini sangat naif bila dinilai hanya dari kemerlap harta serta pesona jabatan. Karena ketika waktunya telah habis, harta dan jabatan hanya tinggal cerita, apalagi bila digunakan dengan salah, maka hanya meninggalkan cerita jelek, meski kita telah tiada, keburukan itu tetap dibicarakan. Berbeda bila harta dan jabatan digunakan dengan baik. Maka akan melahirkan cerita indah, meski dunia telah ditinggalkan. Bayangkan, amal jariyah yang datang memberi cahaya dalam gelapnya kubur, sebagai buah dari perbuatan baik kita di dunia. Karena sejatinya, manusia dilihat dari seberapa manfaat dan kebaikan yang diberi bagi sesama.

Pekerjaan ini seperti  memberiku banyak petulangan. Mulai dari kondisi georafis, karakter penduduknya, nilai-nilai yang dianut serta segala keunikannya.  Masih teringat jelas, ketika belasan tahun lalu, aku ditempatkan bertugas di daerah pegunungan.  Perjalanan ke sana ku tempuh dengan sepeda motor. Jalannya belum di aspal. Mendaki tanjakan dan turunan yang curam. Jurang dipinggir jalan. Menembus hutan yang rimbun. Setelah beberapa jam berjalan, tidak ada tanda-tanda ada kehidupan di ujung jalan yang ku lalui. Sepi. Di tengah putus asa, muncul laki-laki berkuda dengan sebilah linggis di tangannya. Jantungku berdegup kencang. Apa benar ia manusia? Atau jika memang benar manusia, apakah dia bukan begal? Atau penjahat? Alhamdulillah, beliau ternyata warga desa yang akan ku tuju. Ia mengatakan bahwa sebentar lagi aku akan sampai, setelah melewati sebuah gunung yang ramai dipenuhi oleh orang-orang yang mencari batu emas. Akhirnya aku sampai di tujuan. Listrik hanya menyala ketika magrib dan padam lagi ketika subuh. Akses air bersih yang susah. Suasana dingin yang membuat alergi ku muncul, berupa biduran dan gatal-gatal disekujur tubuh. Lambat laun diriku bisa beradaptasi dengan situasi di sana. Bahkan interaksi dengan masyarakat dan mitra kerja berjalan dengan mulus.  

Beberapa tahun kemudian, aku pindah tugas ke wilayah pesisir. Pernah suatu ketika, aku harus ke pulau seberang untuk membina langsung kader dan masyarakat di sana. Aku belum pernah menginjakkan kaki ke pulau itu. Bersama seorang kawan, kami berniat berangkat ke sana. Ternyata kami ketinggalan kapal penumpang. Namun ada sebuah kapal nelayan yang hendak pulang ke pulau itu. Kami pun diberi tumpangan. Kapal kecil itu memuat belasan orang. Selepas ashar, kapal meninggalkan dermaga. Aku yang biasanya mabuk laut, saat itu tidak merasakan pusing sedikitpun. Yang ku rasa adalah tegang luar biasa. Aku sungguh takut. Air laut jatuh membasahi kami, seperti air hujan. Apalagi mesin kapal sempat hampir mati di tengah perjalanan. Di dalam kapal kecil, di tengah samudra luas, ku sadari betapa Maha Besar Allah yang telah menciptakan dunia ini. Aku pasrah atas hidup dan mati ku. Alhamdulillah. Kami selamat sampai tujuan ketika hari sudah mulai gelap.

Di lapangan ku saksikan dengan mata kepala, bagaimana mereka yang lemah ekonomi, lemah fisik, tapi masih mau membantu orang lain. Ku lihat juga, keluarga  yang rumahnya berdinding gedek, berlantai semen, begitu romantis bersenda gurau dengan istri dan anaknya. Bahagia itu bukan terletak pada jumlah uang, tapi pada hati yang bersukur dan damai. Jika bukan melalui pekerjaan ini, mungkin aku tak banyak tahu dan tak banyak melihat langsung,  beragam cerita yang memperkaya jiwa dan batin ini. My Job, My Adventure

Cerita Dari Tempat Dinasku

#ASNPunyaCerita

 

Bagikan :