Bulan April selalu menjadi bulan yang istimewa bagi perempuan Indonesia. Kartini, atau dikenal sebagai Raden Ajeng Kartini merupakan perempuan asal Jepara, Jawa Tengah yang memiliki visi kesetaraan bagi perempuan melalui akses pendidikan dan kesempatan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Karenanya, hari kelahiran Kartini kemudian ditetapkan sebagai hari Kartini dan selalu identik sebagai perayaan emansipasi.
Kartini merupakan simbol perjuangan kemajuan perempuan. Dari bukunya yang terlahir dari curhatannya pada sahabat karibnya di Belanda, Nyonya Abendanon, Kartini mencita-citakan bahwa sudah seharusnya perempuan memiliki masa depan. Bukan hanya sekedar konco wingking. Tapi adalah mereka, yang bisa berperan sesuai fitrahnya, para perempuan yang dibahunya teremban amanah untuk terus melahirkan peradaban.
Namun, meski telah lebih dari seabad pemikiran Kartini dibukukan dalam “Habis Gelap Terbitlah Terang”, berbagai masalah pelik bagi perempuan tak jua kunjung redam. Problematika perempuan seperti terus menghantui. Mulai dari kasus kekerasan fisik hingga seksual dan diskriminasi, juga kurangnya ruang-ruang aman bagi perempuan untuk mendukung kiprahnya mengabdi pada negeri.
Tanpa terkecuali bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) perempuan. Tak banyak fasilitas ramah ASN perempuan dan anak, seperti ruang laktasi atau tempat penitipan anak (daycare) yang acapkali menjadi masalah tersendiri. Terutama bagi ASN perempuan yang berperan ganda sebagai ibu sekaligus pekerja. Hal ini bukan hanya terjadi di kantor-kantor pemerintahan yang terletak di daerah, namun juga lazim ditemui di gedung-gedung pemerintah di pusat.
Padahal, statistik yang dirilis oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyebut bahwa jumlah ASN perempuan lebih mendominasi dibandingkan ASN Laki-laki. Menurut data hingga 31 Desember 2022, Jumlah ASN perempuan sebanyak 2,31 juta orang (54%). Jumlah ini, tentu lebih banyak dibanding jumlah ASN laki-laki yang berada di angka 1,93 juta orang (46%).
Meski begitu, berbagai aturan terkait penyediaan ruang menyusui atau memerah ASI juga telah dirilis oleh Pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI eksklusif telah disambut baik dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Menyusui dan Atau Memerah ASI. Beberapa Kementerian dan Lembaga juga telah menerapkan aturan tersebut, salah satunya pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Pada Surat Edaran Nomor 07/SE/M/2023 telah mengakomodasi kebutuhan pegawai perempuan khususnya yang memiliki bayi usia 0 sampai dengan 2 tahun. Namun, tak sedikit yang masih harus mengalami kelangkaan fasilitas ruang menyusui ini, meski secara aturan telah diterbitkan keharusan pemenuhannya.
Pengalaman pahit minimnya ruang laktasi ini pernah saya rasakan sendiri. Saya pernah mondar mandir dan nyaris menangis hingga menyaksikan rekan kerja terpaksa memerah ASI dari toilet. Yang lebih miris lagi, dengan keterbasan ruang yang ada, salah satu rekan saya akhirnya tak terhindarkan mengalami verbal abuse dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab ketika sedang memerah ASI untuk sang buah hati.
Bukan hanya minimnya ruang laktasi yang terus mengintai bagi ASN perempuan yang berperan di ruang domestik dan publik secara bersamaan. Tidak adanya tempat penitipan anak di lingkungan tempat kerjanya juga menyisakan perih yang mendalam. Beberapa rekan pekerja sesama perempuan bahkan, terpaksa on off dalam bekerja, karena urung meninggalkan buah hati tanpa penjaga. Memang tak sedikit, pihak swasta yang menawarkan tempat penitipan anak, namun seringkali keberadaannya tak dapat dijangkau dari segi waktu, jarak maupun harga.
ASN Perempuan dan IKN
Namun, di tengah rumitnya keterbatasan ruang laktasi, tempat penitipan anak serta berbagai fasilitas yang terus mendukung kinerja ASN perempuan, secercah harapan tiba. Gegap gempita pembangunan ibu kota negara (IKN) bagai sebuah harap baru bagi ASN yang bergelar Ibu. Ia bagai oase di tengah gurun yang menawarkan kesegaran di tengah dahaga para ASN perempuan yang nyaris pupus harapan akan aksesibilitas hak perempuan pekerja.
Pembangunan IKN yang digadang mengusung konsep green city atau berkelanjutan tentu menjadi harap bagi ASN perempuan untuk mendapatkan fasilitas yang selama ini diidamkan. Berbagai fasilitas yang ditawarkan dari mulai keberadaan apartemen hingga tunjangan pionir tentu cukup menggiurkan untuk segera boyong ke ibukota baru. Selain ramah lingkungan dengan menerapkan konsep livable city yang artinya bahwa antar tempat di kota ini dapat dijangkau hanya dengan berjalan kaki saja, tentu pembangunan yang didasarkan pada pembangunan manusia menjadi harap dan doa.
Bagi kami, ASN perempuan yang berperan sebagai ibu sekaligus pekerja, IKN kami harapkan tak hanya mengusung green city dengan adanya banyak pepohonan, gedung-gedung yang ramah lingkungan atau green building, serta keberadaan kendaraan listrik yang jadi kebanggaan bagi warga ibukota baru nantinya. Namun, lebih dari itu, IKN kami harapkan menjadi kota ramah anak dan perempuan yang selama ini kami rindukan. Di tengah optimisme pembangunan yang terus dipacu, adanya ruang-ruang yang mengakomodasi perempuan pekerja sungguh menjadi harapan agar menjadi skala prioritas.
Keberadaan ruang laktasi tentu kami harap tak hanya menjadi sekadar aturan, namun juga ditegakkan. Tak hanya itu, tempat penitipan anak, sekolah zero bullying serta fasilitas pendukung peran perempuan lainnya harus didesain sedemikian rupa. Sebagaimana program makan siang gratis yang diharapkan dapat menurunkan prevalensi stunting. Karena, ruang-ruang ini akan menjadi daya dukung utama untuk memastikan bahwa prevalensi stunting tidak hanya menurun secara angka, tapi juga berdampak pada kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Maka, sebagai refleksi di Hari Kartini, adalah harapan kami, para ASN perempuan, agar IKN tak hanya didesain sebagai ibu kota pemerintahan, kota terintegrasi di masa depan, namun juga menjadi kota harapan yang ramah perempuan dan anak. Untuk itu, izinkan kami, para ibu, ASN perempuan, Kartini masa kini, melangitkan doa, membisiki kepada pemilik langit dan bumi, juga kepada pemilik konstitusi, para pengambil kebijakan di negeri ini agar terwujud harap kami.
*Adha (Seorang Ibu dan Abdi Negara)