ASN Boomers Juga Bisa Survive di Era Digital

Gambar sampul ASN Boomers Juga Bisa Survive di Era Digital

Di kantor, kami biasa memanggilnya Abah. Beliau adalah pegawai PNS senior di kantor kami di bagian SDM dan Diklit (Pendidikan dan Penelitian). Postur badannya tinggi tegap, perutnya rata tidak terlihat buncit lemak visceral khas bapak-bapak. Fisiknya juga terlihat segar dan aktif mengalahkan pegawai-pegawai lain yang masih muda. Mungkin karena Abah rajin olahraga. Di kantor kami ada banyak klub olahraga. Ada futsal, badminton, archery, dan juga voli. Abah adalah koordinator olahraga bola voli.

Usia 57 tahun tentu bukan lagi usia muda dan kuat bagi sebagian orang yang seusianya. Tapi, Abah berbeda. Ia justru masih aktif dan produktif di tempat bekerja saat ini. Memasuki era industri 4.0 dan era society 5.0 ketika cara bekerja di kantor mulai bertransformasi ke arah digitalisasi, Abah menjadi salah satu generasi Baby Boomers lulusan SMA yang bisa survive mengalahkan kegagapan teknologi. Banyak teman-teman PNS seangkatan dan seusianya yang memilih menyerah lalu minta dipindahkan (mutasi) ke bagian unit kerja yang tidak berkaitan dengan peralatan komputer dan aplikasi serta sistem informasi. Ada yang memilih menjadi Pranata Jamuan, Pekarya, Pemelihara Sarana dan Prasarana serta posisi-posisi lainnya yang bersifat pekerjaan lapangan dan teknis.

Pekerjaan-pekerjaan administrasi yang dulunya sudah terbiasa dikerjakan secara manual, kini harus beralih menjadi serba komputerisasi. Ada yang takut, cemas, lalu menyerah. Tapi ada juga yang bertahan, maju, dan mau belajar seperti Abah.

“Awalnya ketakutan itu ada. Takut salah, takut tidak bisa. Tapi Abah pikir, kalau Abah mencobanya pasti Abah juga bisa seperti pegawai-pegawai muda yang lain," kata Abah suatu hari kepada saya.

Saat itu ada peleburan unit kerja akibat perubahan nomenklatur struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) di kantor. Abah yang sebelumnya terbiasa bekerja teknis dituntut harus mengerjakan pekerjaan yang harus menggunakan sistem informasi berbasis aplikasi. Waktu itu saya mengajarkan Abah cara menggunakan aplikasi cuti online untuk pengurusan pelayanan cuti pegawai dengan aplikasi.

Dalam penilaian saya saat itu, Abah sama sekali tidak terlihat gugup, takut, cemas yang menunjukan kegagapan teknologi seseorang yang baru pertama kali memegang aplikasi. Short training yang saya berikan tentang cara pengunaan aplikasi bisa diserap dengan cukup cepat untuk pegawai senior seusianya.

Sebagai ASN generasi Baby Boomers yang lahir di tahun 1956-an Abah adalah contoh Baby Boomers yang berhasil menjadi penyintas di era digital. Pesatnya perkembangan teknologi tidak membuat Abah ketakutan dan minder. Keinginan untuk mau belajar kepada yang lebih muda dan tidak gengsi mungkin menjadi kunci Abah mudah beradaptasi dengan teknologi. Di saat ASN lain seangkatannya terserang penyakit Kudis (kurang disiplin), Kurap (kurang rapi), dan TBC (Tidak Bisa Computer) Abah justru mampu bertahan dan beradaptasi dengan digitalisasi.

***

Baby Boomers adalah sebutan bagi generasi yang lahir di era tahun 1947-1964. Teori generasi ini salah satunya dikembangkan oleh Sosiolog asal Hongaria bernama Karl Meinhem dalam essainya yang berjudul The Problem of Generations di tahun 1923. Menurutnya, generasi adalah suatu konstruksi sosial dimana di dalamnya terdapat sekelompok orang yang memiliki kesamaan umur dan pengalaman historis yang sama. Individu yang menjadi bagian dalam satu generasi, memiliki kesamaan tahun lahir berada dalam dimensi sosial dan sejarah yang sama serta kesamaan tahun lahir dalam rentang 20 tahun (Surya Yanuar, 2016).

Definisi lain tentang generasi disampaikan oleh Kupperschmidt’s yang menyebutkan generasi adalah kelompok individu yang mengidentifikasi kelompoknya berdasarkan kesamaan tahun kelahiran, umur, lokasi, dan kejadian-kejadian dalam kehidupan kelompok individu tersebut yang memiliki pengaruh signifikan dalam fase pertumbuhan mereka (Surya Yanuar, 2016).

Seperti halnya generasi milenial, generasi Z dan sebagainya, generasi Baby Boomers juga memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing sesuai dengan porsinya. Mereka adalah tipe yang mandiri, kompetitif, dan berkomitmen tinggi. Karakter ini muncul mungkin disebabkan banyaknya individu yang lahir dalam generasi ini yang menyebabkan mereka harus bersaing ketat untuk mendapatkan tempat di masyarakat (kompas.com, 2021). Namun jika bicara kekurangan, Baby Boomers dipercaya sebagai generasi yang paling sulit beradaptasi dengan masifnya teknologi dan digitalisasi.

***

Saya ingat betul, pernah ada seorang pegawai PNS senior datang menghadap SDM. Waktu itu ia meminta dipindahkan karena kesulitan mengejar ketertinggalan belajar komputer dan beradaptasi dengan teknologi. “Saya minta dipindahkan saja ke pekerjaan yang tidak berhubungan dengan komputer," katanya saat itu. Meskipun sudah diberikan pembinaan dan konseling bahwa ia akan diberikan pelatihan, tapi ia tetap memohon agar bisa dipindahkan secepatnya ke unit lain.

Harus diakui masih ada fakta kondisi pegawai di instansi pemerintahan dengan pendidikan lulusan SD, SMP, atau SMA yang terlambat meng-upgrade diri melalui pengembangan pendidikan dan pelatihan untuk penguasaan teknologi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tahun 2021 PNS lulusan SD dan SMP mencapai 54.704 orang. Terdiri dari 18.554 orang PNS lulusan SD dan 36.150 PNS lulusan SMP. Di tahun 2020, jumlah PNS lulusan SD berjumlah 22.096 orang sedangkan PNS lulusan SMP berjumlah 41.678 orang. Sementara itu, masih ada juga PNS dengan pendidikan SMA di tahun 2021 yang berjumlah 633.741 orang dan di tahun 2020 berjumlah 711.650 orang (Choirul Muhammad, 2022).

ASN tersebut umumnya menempati formasi-formasi pekerjaan jabatan pelaksana yang bersifat lapangan dan teknis serta pekerjaan administrasi sederhana. Mayoritas sudah senior dan sudah terlalu lama di zona nyaman sehingga terlambat melakukan upgrade peningkatan pendidikan. Di era ASN dewasa ini, dimana ASN dituntut kompetensi dan profesionalisme, mereka termasuk kelompok yang harus berjuang cukup keras untuk berubah dan beradaptasi dengan arah perubahan organisasi dan birokrasi.

Contohnya Rosiana, Ia adalah ASN lulusan SMA yang bekerja di bagian sterilisasi alat-alat medis di unit kerja Central Sterile Supply Department atau CSSD di rumah sakit. Ia bercerita, dulunya bekerja sebagai juru masak di Instalasi Gizi sebagai tenaga honorer dengan ijazah SMP. Lalu, pada tahun 2007 ada pengangkatan menjadi CPNS dan ia menjadi salah satu yang diangkat menjadi CPNS. Ia lalu sekolah mengambil Paket C sehingga bisa memiliki ijazah SMA sampai sekarang.

Ayahnya yang berprofesi sebagai TNI pernah menyuruhnya mendaftar menjadi Polwan. Tapi Rosiana menolak permintaan ayahnya tersebut. “Saya orangnya kurang rajin alias malas," kata Rosiana. “Jadinya ya seperti sekarang. Menikmati saja pekerjaan sekarang sambil menunggu pensiun tahun depan," tambahnya.

Menurut Rosiana, era kerja PNS dulu dengan sekarang sangat jauh berbeda. “Sekarang harus serba bisa terutama pekerjaan yang menuntut keahlian komputer dan aplikasi," katanya. Ia mengakui, dirinya merasa tertinggal dalam melakukan update kompetensi terutama aspek Digital Skills (kemampuan digital). “Sudah terlambat mau belajar juga kalau sekarang mah," ujar Rosiana. Karena itu, ia sekarang ini nyaman dengan pekerjaan lapangan yang bersifat teknis/lapangan dan tidak menuntut keahlian komputer.

Seorang teman yang memiliki kedudukan sebagai Kepala Unit Kerja pernah bercerita, betapa sulitnya memberikan pengertian dan arahan kepada staf-stafnya yang mayoritas pendidikan SD, SMP, dan SMA. Budaya kerja yang coba ia bangun, berkali-kali mental karena pemahaman timnya yang cenderung sulit diajak bekerja sama dan bermental birokrasi lama. 

Tentu tidak semuanya dari mereka menyerah begitu saja dengan kemajuan di era industri saat ini. Ada juga yang bertahan dan survive seperti halnya yang dilakukan Abah. Ia pernah bercerita, dulunya adalah seorang Komandan Security tapi karena bisa menunjukan kinerja baik Abah ditawari manajemen untuk ikut ujian CPNS yang berasal dari pegawai honor waktu itu. “Ya, Alhamdulillah Abah bisa lulus," katanya.

Kami sebagai ASN muda yang mengagumi semangat Abah dalam mengabdi dan bekerja tentu sangat merasa kehilangan sosok pekerja keras dan humoris itu ketika akhirnya Abah harus tiba pada masa purnabakti. Sosok yang menginspirasi, yang mengajarkan bahwa usia bukanlah hambatan dan kendala untuk belajar apa pun rintangannya. Sesulit apa pun teknologi mengajak kita berlari di era digital kini, kalau kita mau pasti kita akan menemukan jalan untuk menguasainya. Abah adalah sebuah contoh buat ASN-ASN senior di luar sana yang masih takut dengan teknologi, bahwa ASN Baby Boomers juga bisa survive di era digital.

Berikut ini adalah cara agar ASN Baby Boomers bisa melawan ketakutan dan survive dalam dunia kerja yang serba digital: 

  1. Tanamkan niat dalam hati, bahwa sebelum jatuhnya Batas Usia Pensiun, maka tugas seorang ASN baik itu PNS maupun PPPK adalah menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan baik untuk mengabdi. Tidak ada kata terlambat untuk belajar dan meningkatkan kompetensi.
  2. Jangan merasa malu untuk belajar kepada ASN junior yang lebih muda untuk minta diajarkan berbagai pekerjaan yang melibatkan komputer dan aplikasi. Datanglah ke bagian SDM atau HRD untuk mengajukan pelatihan, kursus, workshop, atau coaching langsung berkaitan dengan kendala pekerjaan yang bersifat digital.
  3. Jadikan ASN-ASN muda sebagai partner untuk saling bekerja sama. ASN Baby Boomers bisa membagi ilmu kepada junior dengan pengalaman-pengalamannya. ASN junior yang umumnya milenial dan gen Z bisa berbagi ilmu terkini dan penguasaan teknologi dengan cara saling berbagi satu sama lain. Kuncinya utamanya adalah kolaborasi.

***

 

Bagikan :