Ambidextrous Organization dan Pemerintah dalam Pengembangan Talenta ASN

Gambar sampul Ambidextrous Organization dan Pemerintah dalam Pengembangan Talenta ASN

Pemerintah selaku penyelenggara negara yang melaksanakan kedaulatan rakyat untuk mewujudkan tujuan negara memiliki peran vital demi keberlangsungan negara tersebut (UUD 1945). Indonesia sebagai negara demokrasi memiliki pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).

Berdasarkan konsep Trias Politica yang pertama kali dicetuskan oleh Baron de Montesqueiue, pemerintahan dibagi menjadi 3 (tiga) cabang kekuasaan, yakni: eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Setiap cabang memiliki peran dan tanggungjawab berbeda. Tujuan pembagiannya adalah untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan oleh 1 (satu) cabang/kelompok/individu. Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan pemerintahan sehari-hari, kekuasaan legislatif membuat dan menegakkan undang-undang, serta yudikatif menjaga keadilan dan kepatuhan terhadap hukum. Konsep ini mengharuskan tiga cabang kekuasaan berinteraksi secara aktif dalam menjalankan pemerintahan, sehingga checks and balances dapat berjalan.

Pentingnya pemerintah yang kompeten sebagai penguasa ditengah gempuran era disrupsi dalam menjalankan pemerintahan, mengharuskan mereka agar dapat adaptif. Kita sudah tidak lagi berada pada Revolusi Industry 4.0 yang menekankan pada digitalisasi. Kini, kita telah memasuki era Society 5.0, dimana era ini pertama kali dikemukakan oleh pemerintah Jepang. Konsep ini disusun dalam Rencana Dasar Sains dan Teknologi ke-5 oleh Dewan Sains, Teknologi, dan Inovasi, dan disetujui oleh keputusan Kabinet pada bulan Januari 2016.

Society 5.0 adalah masyarakat informasi yang dibangun di atas Society 4.0, yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang berpusat pada manusia yang sejahtera (Fukuyama, 2018). Peningkatan Society 5.0 membutuhkan sinergi dari "five walls" yakni: kementerian dan lembaga, sistem hukum, teknologi, sumber daya manusia, dan penerimaan sosial. Ini berarti bahwa semua pihak yang terlibat, pemerintah, industri, akademisi harus memainkan peran utama dalam menciptakan inovasi dan ekosistem, mempercepat partisipasi berbagai pemangku kepentingan, dan berbagi praktik terbaik.

Society 5.0: Menuju masyarakat baru yang berpusat pada manusia

Pemerintah harus agile dalam mengatasi perubahan yang terjadi. Penerapan metode agile dan tata kelola adaptif di organisasi sektor publik dapat meningkatkan fleksibilitas operasional, kolaborasi, dan layanan terhadap masyarakat, terlepas dari struktur operasional tradisional dan resistensi terhadap perubahan (Ylinen, 2021). Inovasi menjadi sebuah keharusan untuk menjawab tantangan, maka dibutuhkanlah sumber daya manusia yang mumpuni untuk mencapainya. Learning culture dapat menyediakan lingkungan yang kondusif untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas melalui eksporasi dan eksploitasi pengetahuan dan ide.

Ambidextrous Organization

Organisasi yang memiliki kemampuan untuk menyeimbangkan dan mengintegrasikan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi merupakan Ambidextrous Organization (Juan, 2023). Untuk mewujudkannya, design thinking adalah anteseden penting dari pembelajaran ambidextrous dan memfasilitasi inovasi ambidextrous melalui efek mediasi pembelajaran ambidextrous (Dan-Ling, 2018). Design thinking dapat memfasilitasi pembelajaran ambidextrous dengan menyediakan kerangka kerja yang mendorong eksplorasi dan eksploitasi pengetahuan dan ide. Penggunaan metode dan alat design thinking dalam pemerintahan, dapat mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang lebih luas bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), memungkinkan pemerintah untuk beradaptasi dengan keadaan yang berubah dan terlibat dalam pembelajaran ambidextrous.

Kerangka Kerja Design thinking

Dimana Posisi Pemerintah Saat Ini?

Pemerintah melalui Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah sedang berbenah diri. Beberapa usaha dilakukan untuk mencapai kedua keseimbangan tersebut. Demi meningkatkan kompetensi ASN, pemerintah coba menghadirkan lingkungan learning culture. Dalam pembelajaran eksploitasi, melalui Undang-Undang No. 20 Tahun 2023, pemerintah telah mengamanatkan kepada seluruh ASN untuk wajib mengembangkan kompetensinya. Sebelumnya, pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2020, yang memberikan hak dan kesempatan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) melakukan pengembangan kompetensi sedikitnya 20 Jam Pelajaran (JP) setiap tahunnya.

Hal ini didukung oleh Peraturan Lembaga Administrasi Negara (LAN) Nomor 10 Tahun 2018 tentang Pengembangan Kompetensi Pegawai Negeri Sipil sebagai acuan dalam mengembangkan kompetensi. Berdasarkan Peraturan LAN tersebut, pengembangan kompetensi melalui pelatihan terdiri atas pelatihan klasikal dan pelatihan non klasikal. Pelatihan klasikal merupakan proses pembelajaran tatap muka di dalam kelas dengan mengacu kurikulum. Pelatihan non klasikal merupakan proses praktik kerja dan/atau pembelajaran di luar kelas dan dilaksanakan melalui jalur pertukaran PNS dengan pegawai swasta; magang/praktik kerja; benchmarking atau study visit; pelatihan jarak jauh; coaching; mentoring; detasering; penugasan terkait program prioritas; e-learning; belajar mandiri/self-development; team building; dan jalur lain yang memenuhi ketentuan pelatihan non klasikal.

Pemerintah juga telah menerapkan skema Learning Wallet yang telah dirasakan manfaatnya pada tahun 2023 lalu dimana program kartu Prakerja telah dilaksanakan sebanyak 62 gelombang dengan penerima manfaat telah mencapai 17 juta lebih. Kini, skema tersebut coba diterapkan khusus bagi ASN. Learning wallet yang dimaksud disini merupakan insentif khusus bagi para ASN untuk meningkatkan kompetensi dan keterampilannya sesuai dengan kebutuhan sehingga mampu meningkatkan produktivitas kinerjanya. Hal ini perlu dilakukan untuk menjawab tantangan dan perkembangan teknologi yang kian masif.

Dalam menghadirkan lingkungan pembelajaran eksplorasi. Pemerintah telah menghadirkan beberapa kompetisi/lomba inovasi sebagai bentuk apresiasi dan upaya mendorong lahirnya berbagai inovasi. Pemerintah melalui Kementerian Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menginisiasi lahirnya Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP). Kompetisi ini terbuka bagi seluruh instansi pemerintah hingga Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selain itu, terdapat juga Innovative Government Award (IGA) yang diinisiasi oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).  Lomba inovasi seperti ini juga perlu dilakukan secara massif pada level internal instansi, untuk dapat menghasilkan inovasi akar rumput.

Jika kompetisi/lomba inovasi di atas merupakan hilir, LAN sebagai instansi dengan core business di bidang pengembangan kompetensi ASN juga ikut mengambil peran dalam mendorong lahirnya inovasi yang berkualitas dan berkelanjutan sebagai hulunya. LAN membuat terobosan dalam mendorong reformasi birokrasi di tingkat daerah melalui Laboratorium Inovasi, dan tugas akhir berupa Proyek Perubahan bagi peserta Pelatihan Struktural Kepemimpinan.

Laboratorium Inovasi adalah pendampingan yang diberikan oleh LAN kepada instansi mitra untuk menghasilkan inovasi secara Co-Creation. Dalam rentang waktu 2015 sampai dengan 2019, laboratorium inovasi sudah dilaksanakan di 84 daerah di seluruh Indonesia dan telah berhasil menghasilkan 9.191 ide inovasi. Pada tahun 2020 tercatat total ide inovasi yang dihasilkan dari Program Laboratorium Inovasi Prioritas Nasional adalah 265 Ide Inovasi, dengan lokus Daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar).

Pelatihan Struktural Kepemimpinan merupakan pelatihan pola baru dengan perubahan kurikulum.  mengharuskan pesertanya membuat proyek perubahan berupa solusi atau inovasi yang dapat menyelesaikan masalah pada instansi asal peserta. Pelatihan Struktural Kepemimpinan terdiri atas Pelatihan Kepemimpinan Tingkat I dan II, Pelatihan Kepemimpinan Administrator, dan Pelatihan Kepemimpinan Pengawas. Pelatihan ini diikuti oleh ASN yang tediri dari pejabat struktural maupun pejabat fungsional.

Selain pembahasan di atas, pada tahun 2021 pemerintah membentuk pusat riset nasional melalui Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional. BRIN mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan secara nasional yang terintegrasi, serta melakukan monitoring, pengendalian, dan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi BRIDA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Diharapkan lahirnya BRIN dapat menjadi the next silicon valley di Indonesia, sebagai pusat lahirnya inovasi.

Kesimpulan

Apa yang telah dan sedang dilakukan pemerintah dalam mewujudkan ambidextrous organization, tentunya membutuhkan dukungan juga dari berbagai pihak. Sejalan dengan konsep Good Governance, terdapat tiga pilar governance dalam tatanan kepemerintahan, yaitu pemerintah, sektor swasta dan masyarakat (Pandji, 2008). Good governance mengandung arti hubungan yang sinergis dan konstruktif di antara negara, sektor swasta, dan masyarakat. Untuk itu, pentingnya kolaborasi antara ketiganya dalam mewujudkan ambidextrous organization.

Praktik learning culture yang telah dijelaskan di atas, perlu diterapkan oleh seluruh instansi pemerintah baik dari level pemerintah pusat sampai daerah. ASN harus agile agar dapat menjawab tantangan. Kini, ASN harus memiliki pola pikir bahwa pengembangan talenta merupakan suatu kebutuhan dan kewajiban yang penting dilakukan. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan lingkungan untuk menciptakan learning culture dilingkungan pemerintah.

Bagikan :